TEMA BULANAN : “Meningkatkan Integritas, Kompetensi dan Soliditas Pelayan
TEMA MINGGUAN : “Membangun Spiritual Melalui Puasa Diakonia
Pembacaan Alkitab : Yesaya 58:1-12
Puasa merupakan salah satu ketetapan atau disiplin rohani yang diajarkan oleh Tuhan Allah kepada umat Israel dengan tujuan mencari hadirat Tuhan, merendahkan diri dan memohon ampun di hadapan Tuhan agar terjadi pendamaian dan pentahiran (bnd. Im. 16:29-31). Kata “puasa” dalam bahasa Ibrani ialah “tsum” yang berarti menjauhkan diri dari makanan/berpantang makanan dengan cara merendahkan diri di hadapan Tuhan. Selain itu, puasa juga diartikan sebagai suatu tindakan sukarela dengan menghindari makan, minum serta segala hal lain yang dapat memuaskan hasrat- hasrat psikis maupun fisik yang dilakukan pada masa tertentu dengan maksud untuk menahan diri dari segala hawa nafsu, merenung dan meningkatkan keimanan terhadap Tuhan.
Dalam lingkup Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) terdapat sebuah program rutin yang sudah dilakukan sejak tahun 1992 berkenaan dengan puasa yaitu “puasa diakonal”. Untuk kata diakonal berasal dari kata diakonia yang berarti memberi kepada orang lain. Akhiran-al yang digunakan merupakan akhiran yang menunjukkan kata sifat. Jadi, puasa diakonal dapat diartikan suatu tindakan sukarela untuk tidak atau mengurangi apa yang biasanya dimakan atau digunakan/dipakai guna diberikan kepada orang lain (yang membutuhkan).
Puasa diakonal dilaksanakan pada minggu-minggu sengsara. Hal tersebut bertujuan agar gereja mampu untuk memahami pengorbanan Yesus Kristus dan mampu untuk membangun hubungan spiritual bersama dengan Allah dan sesama dengan berdiakonia baik secara karikatif (bantuan langsung), reformatif (pengembangan prakarsa melalui usaha dan keterampilan) maupun transformatif (pembebasan/perubahan hidup melalui pemberdayaan dan pengorganisasian). Atas dasar pemahaman inilah, maka diberi tema perenungan : “Membangun Spiritual Melalui Puasa Diakonal”.
PEMBAHASAN TEMATIS
■ Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Yesaya merupakan salah satu kitab dari kumpulan kitab nabi-nabi besar dalam Peijanjian Lama. Kitab ini berisi penglihatan yang telah dilihat oleh Yesaya bin Amos tentang Yehuda dan Yerusalem (1:1). Sebagaimana arti nama Yesaya (Bahasa Ibrani : Yeshayahu) ialah penyelamatan Tuhan atau Tuhan adalah penyelamat, maka demikianlah secara umum kitab ini memberitakan tentang keselamatan dari Tuhan bagi umat-Nya.
Yesaya pasal 58 ini termasuk dalam bagian yang disebut Trito Yesaya yaitu bagian yang memberitakan nubuat tentang keselamatan ataupun teguran Allah kepada bangsa Israel yang telah kembali ke Yerusalem sesudah masa pembuangan di Babel dengan pokok inti yang disoroti ialah mengenai degradasi spiritual dan moral dari pemimpin dan umat yang memerlukan restorasi di semua aspek kehidupan.
Berdasarkan pembagian tema dalam kitab Yesaya, pasal 58:1-12 ini ada dalam satu tema besar yaitu penggenapan keselamatan dan syarat-syaratnya. Perwujudan keselamatan dari Allah disampaikan oleh nabi Yesaya melalui teguran untuk mengkritisi keadaan umat Allah pada masa itu karena mereka tidak lagi hidup sesuai dengan aturan dan ketetapan Allah.
Dalam ayat yang pertama kita dapat melihat gambaran hati Allah yang marah kepada umat-Nya atas kesalahan yang mereka lakukan di hadapan-Nya. Dikatakan “Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala”, menggambarkan suatu ketegasan yang harus disampaikan oleh Yesaya kepada umat Allah atas pelanggaran mereka (58:1). Sangkakala menggambarkan bahwa apa yang akan dikatakan oleh Yesaya merupakan suatu hal yang harus dan perlu untuk didengar atau mendapat perhatian untuk dimengerti serta dipahami.
Pada ayat selanjutnya diceritakan bahwa Yehuda senang mencari tahu apa yang Allah kehendaki untuk mereka lakukan dalam kehidupan mereka (58:2). Memang mereka terlihat senang melalukan segala sesuatu yang disenangi Allah serta memiliki keinginan yang kuat untuk selalu mencari tahu segala jalan yang dikehendaki Allah sesuai dengan ritual keagamaan yang diberlakukan. Namun, iman mereka masih belum kokoh dengan kata lain, tindakan mereka hanya untuk menuntut berkat dari Allah. Mereka mulai mempertanyakan kuasa Allah ketika pertolongan tidak juga menghampiri mereka meskipun mereka dengan giat melakukan segala tradisi keagamaan yang ada.
Allah tidak berkenan atas puasa yang dilakukan oleh bangsa Israel sebab ditemukan ada praktik hidup mereka yang tidak sejalan dengan ibadah puasa yang mereka lakukan. Disebutkan bahwa pada hari mereka berpuasa, mereka masih sibuk dengan urusan mereka sendiri dan mendesak-desak semua buruh (58:3). Kata “mendesak-desak” (Ibrani “nagas”: menekan atau ditekan dengan keras, menindas), berarti bahwa pada saat orang Israel berpuasa, mereka juga berlaku kasar bahkan menindas orang-orang yang bekerja bagi mereka. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan puasa yang seolah-olah mereka lakukan dengan setia. Selanjutnya disebutkan bahwa mereka berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena- mena (58:4). Bagian ini menunjukkan sifat bangsa Israel dimana mereka hidup dalam perselisihan, pertikaian antara satu dengan yang lain bahkan saling memukul sesamanya dengan perbuatan jahat, menindas kaum lemah dan miskin demi kepentingan dan keuntungan mereka sendiri sehingga sekalipun mereka beribadah kepada Tuhan dan memenuhi semua ritual agama termasuk puasa, sesungguhnya mereka tidak diperhatikan oleh Tuhan karena yang mereka lakukan bertentangan dengan kehendak Tuhan tanpa hati nurani yang murni.
Melalui Yesaya, Allah ingin memberitahukan puasa yang benar di hadapan-Nya. Puasa yang dikehendaki Allah bukan hanya tentang menahan rasa lapar dan haus. Puasa yang benar dilakukan dalam kerendahan hati dan beriringan dengan memperhatikan orang yang ada di sekitar. Allah menghendaki puasa dengan cara membuka belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk, memerdekakan orang yang teraniaya, mematahkan setiap kuk, memecah-mecah roti bagi yang lapar, menampung orang miskin yang tak punya rumah, memberi pakaian orang yang telanjang serta tidak menyembunyikan diri terhadap saudara sendiri (58:6-7). Penekanan tentang berbagi dengan sesama sangat terlihat dalam bacaan ini. Allah menginginkan ritual keagamaan tidak hanya dibatasi pada peningkatan iman secara personal tetapi juga membuka mata hati bagi orang lain yang membutuhkan pertolongan dan uluran tangan.
Janji Allah selalu beriringan dengan segala sesuatu yang la tuntut dari manusia. Oleh sebab itu, ketika mereka mampu untuk melakukannya, pastinya Allah akan memperhatikan keberadaan mereka. Berkat keselamatan, kesembuhan dari sakit penyakit, perlindungan, pertolongan, kekuatan, jawaban doa, serta pemulihan kehidupan yang sejati akan selalu mengiringi mereka (58:8-12).
- GMIM melaksanakan puasa diakonal berdasarkan pada kehendak Tuhan Yesus Kristus yang mempersembahkan hidup-Nya dengan kematian di kayu salib. Dialah Diakonos Agung. Ketaatan melaksanakan puasa diakonal bukan hanya sekedar program gereja, tetapi sebagai upaya gereja membangun spiritual jemaat yang meneladani pola dan pelayanan Kristus.
- Puasa diakonal bukan hanya sebuah ritual biasa, akan tetapi bertujuan untuk memurnikan hati agar dimampukan melihat keberadaan kehidupan orang lain yang membutuhkan kepedulian kasih di tengah kehidupan jemaat dan masyarakat. Oleh karena itu penting untuk memaknai kembali puasa diakonal yang selama ini dilaksanakan oleh gereja. Semoga pelaksanaan puasa diakonal kita didasarkan pada kesalehan yang sejati berdasarkan kehendak Tuhan dengan menerapkan nilai- nilai kasih yang saling bertolong-tolongan sebagai pemenuhan hukum Kristus (bnd. Gal. 6:2). Percayalah bahwa semua usaha pemberian kita yang dilakukan dengan hati yang tulus dan murni akan mendatangkan berkat dan pemulihan dari Tuhan. Sebab berkat Tuhan bukan hanya dijanjikan bagi Yehuda, akan tetapi berkat itu juga berlaku dalam kehidupan kita di masa sekarang ketika kita dapat melaksanakan kehendak Allah dalam ketekunan dan kerendahan hati. Karena Allah yang kita sembah dan imani adalah Allah Yang Mahakuasa, Tuhan semesta alam (Yahweh Sebaot) yang setia menuntun umat-Nya untuk menikmati kasih, keadilan dan kedamaian.
- Puasa seperti apakah yang dikehendaki Tuhan menurut Yesaya 8:1-12?
- Apakah puasa itu penting dalam kehidupan rohani? Mengapa?
- Apakah pelaksanaan puasa diakonal selama ini telah dimaknai dengan benar dan tepat sasaran? Berikan penjelasannya!
NAS PEMBIMBING : Matius 6:16-18
> Kesad?ran warga gereja tentang pentingnya puasa diakonal.
> Spiritualitas dan moralitas pemimpin dan umat Tuhan dalam kehidupan bergereja, berbangsa dan bernegara.
> Kepedulian gereja dalam tindakan konknt untuk kaum miskin, janda/duda, anak yatim/piatu, yang terlantar/terabaikan, juga bagi mereka yang mengalami bencana alam dan non alam
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN
MINGGU SENGSARA I
Persiapan : KJ.NO. 183 “Menjulang Nyata Atas Bukit Kala”
Ses. Nas Pemb: “Bapa Ku Persembahkan Tubuhku”.
Pengakuan Dosa : DSL 47 “Doa Dan Keluh”
Pemberitaan Anugerah Allah: NNBT No.36 “Barangsiapa
Yang Percaya Kepada Tuhan”
Ajakan Untuk Mengikut Yesus di Jalan Sengsara : KJ.No. 376
“Ikut Dikau Saja Tuhan”
Persembahan: KJ No. 368 “Pada Kaki Salib-Mu”
Penutup : NNBT No. 28 “Ya Tuhan Tolong Aku”
Warna dasar ungu dengan simbol XP (Khi-Rho), cawan pengucapan, salib dan mahkota duri.