ALASAN PEMILIHAN TEMA
Dasar dari pengakuan iman percaya adalah takut akan Allah. Dalam hidup takut akan Allah; kita dituntut dan diwajibkan untuk setia serta taat melakukan setiap kehendak dan perintah Allah berdasarkan Firman. “Ketidakpastian” seringkali mendatangkan kesusahan. Perasaan takut, cemas dan kuatir dapat membawa kita pada kehilangan pengharapan hidup, sehingga memunculkan anggapan bahwa segala sesuatu yang kita usahakan dan perjuangkan adalah sia-sia. Satu fenomena yang menarik bahwa, ketika diperhadapkan dengan pergumulan yang diakibatkan oleh beratnya beban hidup; sadar atau tidak seringkali kita mengkhianati pengakuan iman percaya, sehingga melupakan dan meninggalkan Tuhan.
Dalam situasi dan keadaan seperti ini kita diingatkan dan diajak untuk meletakkan dan membawa harapan kita kepada Allah yang memberikan kepastian hidup. Oleh karena itu, hidup takut akan Allah hendaklah ditandai dengan sikap yang merindukan, mencari dan menghadirkan Tuhan dalam kehidupan kita. Dialah Allah sumber hikmat yang menuntun orang percaya pada kepastian hidup dan meluputkan kita dari kebodohan agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela. “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.” (Amsal.1:7) Ayat ini mengingatkan orang percaya untuk dapat menyiasati kesempatan hidup yang adalah anugerah pemberian Tuhan secara arif dan bijaksana sebagai perwujudan Iman. Tuhanlah sumber jawaban yang memberikan kepastian di setiap perjalanan hidup manusia. Oleh karena itu, maka sebagai orang percaya terajak untuk mendasarkan segenap pergumulan dan perjuangan kita dengan berpegang teguh pada penggenapan janji Allah dan bukan pada kekuatan dan keinginan kita. Dengan alasan tersebut maka tema minggu ini adalah, “Takutlah Akan Allah.”
PEMBAHASAN TEMATIS
- Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Terjemahan Alkitab bahasa Latin (vulgata) kitab ini disebut “Ecclesesiates” yang berarti Pengkhotbah. Kata “Pengkhotbah” terjemahan Ibrani Qohelet artinya Guru, pembicara, pengkhotbah, filsuf. Pengkhotbah 1: 1,12 menunjukkan nama samaran untuk Salomo, “anak Daud, Raja di Yerusalem” sebagai penulis kitab yang merupakan perwujudan hikmat Allah. Nama kitab Pengkhotbah diambil dari ayatnya yang pertama, yang menyebutkan penulisnya sebagai “Pengkhotbah”. Kitab Pengkhotbah menyampaikan sejumlah renungan berdasarkan firman Allah yang direfleksikan dari kehidupan nyata. Kitab Pengkhotbah biasanya dibacakan pada pesta pondok daun, yaitu pesta memperingati perjalanan umat Israel di padang gurun. Salomo menulis kitab Pengkhotbah, seakan mengungkapkan penderitaan pada masa tuanya. Kitab Pengkhotbah dianggap sinis, pesimis, duniawi dan menyesatkan. Bagi Pengkhotbah segala sesuatu adalah kesia-siaan dan hampa. Kenikmatan dan kesenangan hidup dilihat sebagai hasil usaha sendiri, untuk itu ia berkata: “hatiku bersukacita karena jerih-payahku. Itulah buah jerih-payahku. ” (2:1-10). Namun tentang hal ini, sampailah penulis pada sebuah pengakuan bahwa; segala sesuatu dalam hidup manusia ada waktunya menurut pemberian Tuhan tanpa ditambahkan atau dikurangi oleh manusia dan menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. (3:6-12).
Kitab Pengkhotbah sebenarnya bukan bermaksud untuk mengajarkan bahwa; hidup, bekerja, belajar dan kekayaan adalah sia-sia. Tetapi Pengkhobah hendak mengajak manusia untuk merenung secara kritis arti dan tujuan hidup serta menimbang semua aspek kehidupan mengenai sikap dan tingkah laku yang baik. Bagi Pengkhobah, Tuhan Allah yang telah memungkinkan umat-Nya menikmati kesukacitaan, kesenangan dan memberkati setiap jerih payah sehingga mereka beruntung. Sesungguhnya tidak ada yang sia-sia bagi Allah. Oleh karena itu Pengkhotbah mengajak umat menikmati hidup pemberian Allah, sambil terus ingat untuk tunduk dan takut kepada Allah. Karena hanya Allah tahu segala sesuatu dan hanya Dialah yang tidak sia-sia.
Pengkhotbah 4:17-5:6; hendak mengutarakan tentang manusia religius dalam hubungannya dengan Tuhan. “Takutlah akan Allah” mengadung arti religius dan moral; yang mendatangkan rasa kagum, hormat dan segan serta memiliki rasa percaya diri untuk berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar perkataan-Nya.
“berjalan ke rumah Allah” adalah suatu usaha aktif yang dilakukan dengan tujuan menemui dan mendekati Allah di tempat di mana Dia berada untuk berkomunikasi dalam sebuah kegiatan kultus. Kegiatan kultus yang dimaksud adalah beribadah sambil mendengarkan firman, berdoa, menghormati dan menyembah Allah serta mempersembahkan korban. Menghampiri untuk mendengarkan firman adalah wujud dari kesetian dan ketaatan untuk memberi diri dibentuk dan dibaharui oleh Allah agar menjadi bijaksana dalam menjalani hidup (Ams.4:1; Yes.28:3; Ul.28:49; Yeh.3:6).
Singkat kata mendengarkan firman Allah dalam konteks kultus religius artinya secara vertikal bersedia dan terbuka menerima dan mentaati perkataan-perkataan Tuhan serta melakukannya secara horizontal setiap saat.
Mempersembahkan korban dalam kaitan “membayar nazar kepada Allah” adalah bukti dari wujud kesetiaan dan ketaatan mendengarkan firman Allah yang diekspresikan dalam sikap menyembah, sikap hormat dan disertai rasa syukur kepada Allah. (Kej.31:54; Ke1.34:28; Im.17:8). Menunda atau tidak membayar nazar adalah perbuatan mengkhianati kasih dan berkat Allah.
Pengkhotbah dalam bagian perikop ini juga hendak menasihati umat Allah untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat yang disebabkan oleh kebodohan. Umat Allah dianjurkan untuk berhati-hati dalam kewaspadaan ketika hendak berkata-kata di hadapan Allah. Karena, “mulut orang benar mengeluarkan hikmat, tetapi Iidah bercabang akan di kerat.” (Ams.10:31). Oleh karena itu, dengan tegas Pengkhotbah memperingatkan umat untuk menjaga setiap ucapan yang keluar dari mulut dengan kebijaksanaan, agar tidak mendatangkan murka Allah dan merusak pekerjaan tanganmu.
Orang percaya senantiasa diingatkan untuk Hidup Takut akan Tuhan, terus mencari dan mendekatkan diri kepada-Nya sambil membuka kehidupan untuk dibentuk dan dibaharui oleh Firman-Nya. Sehingga hidup yang dijalani tidak akan menjadi kesia-siaan.
- Makna dan Implikasi Firman
- Hidup manusia adalah anugerah Tuhan Allah yang harus dijalani dan disyukuri. Tuhanlah yang memberi kesempatan hidup kepada setiap orang percaya untuk menikmati kasih dan kebaikan-Nya yang mendatangkan berkat dan sukacita. Tidak ada suatu kuasa atau kekuatan apapun di muka bumi ini yang dapat memberi kehidupan kepada manusia selain Tuhan Allah. Oleh karena itu, ketika kita masih diberikan kesempatan hidup, maka sebagai orang percaya wajib dan hams memaknai kesempatan hidup agar berarti dan bernilai bagi sesama demi kemuliaan Tuhan Allah.
- Hidup Takut akan Allah haruslah ditandai dengan prilaku iman yang memiliki kerinduan dan kecintaan untuk beribadah kepada Tuhan dengan tekad membangun persekutuan yang berkualitas bersama Tuhan. Persekutuan atau ibadah yang berkualitas adalah mengaku diri sebagai orang berdosa, berdoa, mendengarkan firman, memberi persembahan syukur dan bertekad melakukan firman dalam hidup yang bertanggung di hadapan Allah.
- Orang percaya yang hidup takut akan Allah, senantiasa bersedia dituntun oleh hikmat Tuhan untuk bijaksana dalam mengayunkan langkah guna mencapai suatu tujuan yang mendatangkan kebaikan. Sementara kebodohan akan menjerumuskan orang percaya pada perbuatan-perbuatan jahat yang hidupnya menuju pada kesia-siaan. Itulah sebabnya orang percaya diingatkan untuk menjaga mulut dan hati dalam kewaspadaan; agar bijak, cerdas dan teliti serta teratur dalam tuntunan hikmat dan Roh Allah manakalah hendak berkata-kata kepada sesama. Amat terlebih saat berdoa kepada Allah.
- Sebagai orang percaya; baik pribadi, keluarga, gereja dan pemerintah selalu dituntut pertanggungjawaban atas setiap kata yang diucapkan kepada sesama, amat terlebih kepada Tuhan. Apalagi dengan nazar/janji hendaklah ditepati agar tidak menjadi beban/hutang. Hendaklah mulut dipergunakan untuk memperkatakan tentang kebenaran. Karena “mulut orang benar adalah sumber kehidupan, tetapi mulut orang fasik menyembunyikan kelaliman” (Ams.10:11).
- Dengan mulut, orang percaya memuliakan Tuhan. Dan mulut yang mengungkapkan tentang kemulian dan kebesaran kasih Allah bukan dipergunakan untuk bersaksi dusta, memfitnah, menghujat dan memutarbalikkan kebenaran. Allah menghendaki bahwa setiap perkataan yang keluar dari mulut orang percaya senantiasa mendatangkan sukacita dan berkat serta damai sejahtera. “karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.” (1Tes.2:4b)
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Mengapa orang percaya harus hidup “Takut akan Allah?
- Apa yang dipahami dengan “Nazar” menurut Pengkhotbah 5:3-4
- Dalam hal apakah “mulut/perkataan” dapat membawa orang percaya jatuh ke dalam dosa?
- Bagaimana cara orang percaya dapat membuktikan kesetiaan dan ketaatannya kepada Allah?
NAS PEMBIMBING: Ulangan 6:13
POKOK-POKOK DOA:
1 Memohon Tuhan Allah meneguhkan dan mengokohkan perjuangan dan pengharapan iman agar tetap setia dan taat hidup Takut Akan Tuhan orang beriman.
2. Memohon agar supaya tidak jatuh ke dalam dosa oleh karena mulut/perkataan.
3. Memohon agar hikmat kiranya menuntun orang percaya melakukan yang benar di hadapan Tuhan.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN:
HARI MINGGU BENTUK III
NYANYIAN YANG DIUSULKAN
Nyanyian Masuk: KJ.No.5. “Tuhan Allah, Nama-Mu”
Nas Pemb: KJ.No.7. “Ya Tuhan, Kami Puji Nama-Mu Besar”
Pengakuan Dosa: NKB.No.10. ” Dari Kungkungan Malam Gelap”
Pemberitaan Anugerah Allah: NNBT.No.7. “Mari Puji Tuhan Yesus”
Ses Pembacaan Alkitab: KJ.No.51. “Kitab Suci Hartaku”
Persembahan: NNBT.No.15. “Hai Seluruh Umat Tuhan”
Nyayian Penutup: NNBT.No.24. “Kuasa-Mu Tuhan S’lalu Kurasakan”
ATRIBUT:
Warna Dasar Hijau dengan Simbol Salib dan Perahu di atas Gelombang.