Shalom, Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, pedoman atau petunjuk sangat dibutuhkan untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan. Bagi orang percaya, Firman Tuhan adalah Pedoman kehidupan. Laksana kompas, Ia menuntun orang percaya untuk hidup sesuai Firman Tuhan. Kemanapun dan dimanapun ia pergi, ia tidak pernah akan tersesat. Oleh Firman Tuhan, ia juga memperoleh hikmat untuk mengatasi pergumulan dan tantangan.
Firman Tuhan juga digambarkan laksana Suluh dan Pelita, sebagaimana syair lagu : Firman-Mu pelita bagi kakiku dan sebagai suluh pada jalanku …. (Maz 119:105). Sebagai Pelita, Firman Tuhan menerangi langkah kehidupan. Tanpa Firman-Nya, orang percaya berada di dalam kegelapan dan sulit untuk beraktivitas. Firman Tuhan merupakan suatu kebutuhan hakiki; … sebab manusia hidup bukan dari roti saja melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Matius 4:4). Untuk itu orang percaya harus rajin membaca dan memahami firman Tuhan setiap hari sebagai makanan rohaninya.
Bacaan Alkitab di dalam Keluaran 20:1-17 mengenai Sepuluh Hukum/Firman, juga dikenal dengan nama Dasa Titah atau Dekalog. Kesepuluh Firman ini diberikan Tuhan kepada Musa di gunung Sinai yang ditulis di atas dua loh batu dengan jari Allah sendiri (Keluaran 31:18). Ini menunjukkan bahwa Sepuluh Firman sangat penting, Allah sendirilah yang berkenan menulis dengan jari-Nya, agar umat tidak melupakan Firman-Nya dan taat melakukan kehendak-Nya. Ketaatan kepada hukum Tuhan adalah ucapan syukur kepada Allah atas pembebasan yang dialami umat dan juga jaminan terlindunginya harkat dan martabat hidup sendiri dan sesama manusia.
Bentuk ketaatan ini bukanlah ketaatan semu melainkan suatu tindakan hati yang tulus, hati yang mengasihi. Inilah hukum moral umat pilihan Allah dalam menjaga kekudusan hidup sekaligus membedakannya dengan bangsa-bangsa lain.Sepuluh Firman ini, diawali dengan pernyataan mengenai siapa Allah yang memberikan sepuluh Firman; ”Akulah Tuhan, Allahmu…, Dialah, Allah yang membebaskan dan menyelamatkan umat-Nya dari tempat perbudakan di tanah Mesir. Deklarasi awal ini menunjukkan bahwa Allah, sang Pembebas memberikan hukum bukan untuk mengikat atau membelenggu manusia melainkan agar umat mengalami pembebasan dengan ketaatan pada Firman-Nya.
Sesungguhnya Penyelamatan dari perbudakan hanya dapat dialami dalam persekutuan dengan Tuhan, yang membebaskan umat manusia dari berbagai bentuk perbudakan dosa. Isi sepuluh hukum menyangkut dua hal yang penting;
Pertama Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (relasi vertikal) dan, Kedua Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (relasi horizontal). Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan terdiri dari 4 hukum (Keluaran 20:2-11). Diawali dengan penegasan tentang dua hukum yang pertama bahwa Tuhan tidak ingin diduakan, Dialah satu-satunya yang harus disembah. Larangan menyembah ilah lain dan membuat patung mendapatkan penegasan penting. Tidak ada satupun yang dapat menggambarkan kemuliaan dan kodrat Allah. Jika melakukannya sama artinya dengan menghina dan merendahkan hakekat Allah yang Agung dan Mulia.
Mengenal dan memahami Allah yang benar hanya bersumber dari firman-Nya dan melalui anak-Nya Yesus Kristus, sekali lagi bukan didasarkan atas gambaran manusia belaka, berupa patung atau lukisan. Apabila berbuat demikian, maka Allah yang digambarkan sebagai Allah yang cemburu akan membalas kesalahan bapa kepada kepada anak-anaknya sampai pada keturunannya yang keempat dari orang-orang yang membenci-Nya. Sebaliknya Ia menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang yang mengasihi-Nya dan berpegang kepada perintah-perintah-Nya.
Hukum yang ketiga melarang umat untuk tidak menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Nama Tuhan mengidentikkan hakekat keilahian; Agung, Kudus dan Mulia. Kekudusan Tuhan dinyatakan di dalam nama-Nya. Oleh nama-Nya umat diberkati. Dengan menyebut nama Tuhan, umat menghormati Allah, sebaliknya penyebutan dengan sembarangan atau serampangan menunjukkan perilaku yang tidak menghargai kekudusan nama Tuhan, seperti penggunaan nama Tuhan untuk sumpah palsu, mengutuk, menghakimi dan menghujat. Allah memandang bersalah orang-orang yang berlaku demikian. Ketiga hukum ini dimulai dari kata jangan (Ibr ‘lo) yang berarti tidak boleh dilakukan.
Hukum yang keempat berkaitan dengan hari Sabat (Ibr, shabbath) Ingatlah dan kuduskanlah (Ibr Qadash = menguduskan diri, mengkhususkan) hari sabat. Artinya memisahkannya sebagai hari yang berbeda dengan hari lainnya, dengan berhenti bekerja supaya dapat beristirahat, melayani Allah, dan memusatkan perhatian pada kehidupan rohani yang sifatnya kekal. Sabat menjadi tanda bahwa umat adalah milik Allah, olehnya umat diingatkan mengatur waktu; enam hari untuk bekerja, dan satu hari untuk beristirahat dan beribadah. Gambaran cara Allah bekerja dalam menciptakan langit dan bumi, seharusnya menjadi teladan bagi manusia di dalam bekerja, sebagaimana Allah bekerja selama 6 hari dan berhenti pada hari ketujuh demikianlah seharusnya kita mengkhususkan satu hari untuk beribadah. Pada hari itu, seisi rumah termasuk hamba, orang asing dan ternak pun dilarang bekerja, apalagi menjadi pecandu kerja (workaholic), kerja dan kerja tanpa istirahat dan ibadah. Injil Markus memberi penegasan: …“Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.” (Markus 2:27-28).
Hari Sabat sebagai hari ibadah dan istirahat dirayakan pada hari ketujuh oleh orang Yahudi. Namun orang Kristen, beribadah pada hari Minggu, hari pertama sebagai hari kebangkitan Kristus, yang adalah Tuhan atas hari sabat, sebab tanpa kebangkitan Kristus sia-sialah iman kita. Kata “Minggu” dari bahasa Portugis, Domingo (Latin dies Dominicus, yang berarti “dia do Senhor”, atau “hari Tuhan kita”; Wikipedia). Hukum yang kelima sampai kesepuluh mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Hukum ini dimulai dengan menghormati (Ibr, kabad) ayah dan ibu atau orang tua. Hubungan yang paling dekat dan akrab adalah hubungan orang tua dan anak. Hubungan ini harus dijaga dan dipelihara dalam kesantunan, yaitu penghormatan anak terhadap orang tuanya. Siapapun orang tua kita, hargailah mereka yang telah menghadirkan kita di dunia ini. Tidak ada alasan untuk mengabaikan mereka sekalipun mereka tidak dapat diteladani.
Kepatuhan hukum ini mendatangkan janji berkat Tuhan, yaitu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu. Artinya anak-anak yang menghormati orang tuanya menikmati kebahagiaan dan umur panjang selama ia hidup. (Bnd Ef 6:1-3, 1 Tim 5:4). Orang tua juga dapat menunjuk sosok yang dituakan yang ada di sekitar kita, hargailah mereka yang telah berjerih lelah untuk menopang dan memelihara kita.Lima hukum yang terakhir dimulai dari kata jangan, suatu larangan untuk tidak dilakukan. Dengan demikian, umat Tuhan terus menerus diingatkan untuk menghargai harkat kehidupan orang lain. Menghargai kehidupan orang lain berarti menghargai kehidupan sendiri.
Jangan membunuh, tidak hanya berupa tindak kejahatan fisik tetapi juga mencakup pembunuhan secara psikis atau karakter seseorang (Bnd 1 Yoh 3:15). Perilaku ini merupakan tindakan pembunuhan harkat dan martabat kehidupan orang lain, dengan cara menutup ruang dan peluang untuk maju, berkarya dan berjuang sesuai potensinya. Mematikan daya juang orang lain untuk bangkit dan berkarya merupakan larangan Tuhan bagi umat-Nya. Hukum yang ketujuh berkaitan dengan larangan menghancurkan kekudusan pernikahan melalui perzinahan. Berzinah berarti menduakan suami atau isteri, suatu pengingkaran terhadap janji suci perkawinan. Perkawinan adalah lembaga suci yang dibentuk pertama-tama oleh Allah sendiri. Kehadiran orang ketiga dalam perkawinan menghancurkan relasi di antara suami isteri dan berdampak buruk terhadap anak-anak. Kekudusan hidup perkawinan perlu dijaga sepanjang kehidupan. Apapun cobaan dan tantangan dalam rumah tangga maka perkawinan itu tetap mengacu pada prinsip monogami, satu isteri dan satu suami.
Meningkatnya angka perceraian akhir-akhir ini menunjukkan rapuhnya nilai-nilai perkawinan di kalangan keluarga Kristen. Kita perlu lagi membangun fondasi perkawinan yang didasarkan kepada kasih Kristus sehingga tidak akan terjadi sebagaimana lagu manado, satu kadera torang tiga mo duduk akang, mama ani jadi mama tiri, dua hari pa ngana dua hari pa kita. Pada prinsipnya lagu-lagu manado ini mencerminkan rentannya keluarga Kristen terhadap bahaya perzinahan.Hukum yang kedelapan berkaitan dengan larangan untuk tidak mencuri. Konotasi mencuri tidak hanya berupa materi atau sumber daya yang dimiliki oleh orang lain, tetapi juga mencakup pencurian waktu, kesempatan dan sebagainya. Mengambil waktu dan kesempatan orang lain untuk diri sendiri sama halnya kita mencuri dari mereka. Termasuk penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri atau kelompok. Modus percurian dapat terjadi di dalam berbagai aspek kehidupan.
Orang percaya harus menghargai apa yang dimiliknya sehingga dimampukan menghargai milik orang lain. Dengan demikian ia tidak tergoda untuk mengambil apa yang bukan menjadi haknya/miliknya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, kita diingatkan untuk rajin bekerja dan mengembangkan segala potensi yang terbaik yang diberikan Tuhan.Hukum kesembilan melarang untuk mengucapkan saksi dusta terhadap sesama. Apakah itu di ruang peradilan, di ranah sosial dan media sosial. Belakangan ini beredar berbagai kasus pencemaran nama baik, karena berita hoax yang beredar di berbagai jejaring sosial. Demi mendapatkan keuntungan pribadi, ada orang yang tega menghancurkan sesamanya dengan berita bohong/fitnah. Tidak saja mulut yang berdusta tapi jari-jari kita menjadi saksi dusta.
Dusta adalah cara yang tercepat untuk menghancurkan hidup orang lain, dan perlu waktu lama untuk memulihkannya. Jika demikian berhati-hatilah dalam berbicara, kalau ya katakan ya, kalau tidak katakan tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat (Bnd Mat 5:37). Apapun itu, kita tidak boleh membohongi diri sendiri dan menghancurkan nurani demi dusta.Hukum kesepuluh mengatur hal yang paling pribadi berkaitan dengan keinginan hati manusia. Sebagaimana dosa lahir dari keinginan (bnd Yak 1:14-15) maka orang percaya perlu membatasi diri untuk tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh keinginan, ingin, ingin dan selalu ingin, sebab keinginan tidak pernah terpuaskan. Keinginan meliputi materi atau bukan materi berupa harta benda, rumah, tanah, milik pribadi orang lain seperti isteri, hambanya laki-laki dan perempuan, jabatan dan lain sebagainya. Hukum yang kesepuluh mengingatkan kita untuk mampu mengendalikan keinginan dan mewaspadai bahaya ketamakan yang ada pada diri sendiri dengan pola hidup ugahari (sederhana dan bersahaja).
Menginginkan sesuatu tidak ada salahnya, sepanjang hal itu bukan milik orang lain dan tidak didasarkan oleh ketamakan atau kerakusan. Namun jika hal itu merupakan milik orang lain, maka keinginan itu adalah dosa. Seperti Raja Daud yang menginginkan isteri Uria, Batsyeba ia berdosa dan dihukum (2 Samuel 11).Pemberian sepuluh hukum dimaksudkan agar umat memiliki etika dan moralitas yang baik manakala mereka hidup di tanah yang diberikan Tuhan. Standar dan kualifikasi hidup umat Tuhan harus lebih baik dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebab melalui hidupnya orang percaya menyaksikan karya selamat Allah.Tuhan Yesus datang bukan untuk meniadakan Hukum Taurat melainkan untuk menggenapinya (bnd Mat 5:17). Ia memberikan hukum Kasih (Mat 22;37-40) sebagai rangkuman dari 10 Firman/Dasa Titah.
Hukum yang pertama sampai keempat menjadi hukum yang pertama dan terutama, yaitu mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa dan akal budi dan hukum yang kelima sampai sepuluh dirangkum menjadi hukum yang kedua, yaitu mengasih sesama manusia seperti diri sendiri. Dengan demikian orang percaya dipanggil mewujudkan kasih kepada Allah dan sesama manusia. Hidup mengasihi merupakan landasan etika dan moral orang percaya. Itulah pedoman hidup yang menuntun kepada kesejahteraan, umur panjang dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kasih menjadi dasar dan tingkatan tertinggi terhadap pemaknaan hidup yang membingkai dan menuntun orang percaya untuk hidup dalam perkenanan Tuhan.
Barang siapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih (1 Yoh 4:7-8). Namun kasih bukanlah lip service atau ucapan belaka, melainkan motor penggerak dan tujuan hidup yang sebenarnya. Kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.Diberkatilah kiranya setiap orang yang membaca, mendengar dan melakukan Firman Tuhan . Amin