Kedudukan sebagai Raja Yehuda tidak menjadikan Ahas, bebas dari serangan bangsa lain. Waktu itu, Rezin Raja Aram dan Pekah Bin Remalya Raja Israel (Utara) maju ke Yerusalem, melawan kota itu. Apa yang terjadi pada Ahas?? dia diliputi ketakutan. Banyak orang beranggapan bahwa seorang Raja tak akan pernah takut, karena setiap kerajaan apalagi kerajaan Yehuda dilengkapi dengan peralatan perang dan prajurit yang lengkap, siap berperang. Ternyata keadaan terjadi sebaliknya, Ahas menjadi takut. Karena tujuan mereka jelas, menyerang, menakut – nakuti, merebut, dan mengangkat Tabeel sebagai Raja. Keadaan itu mencemaskan Ahas, selain dia tidak mau dirinya dikorbankan, dia juga tidak mau kehilangan jabatannya sebagai Raja. Ketakutan Ahas menandakan imannya kepada Tuhan Allah Israel menjadi lemah. Dalam situasi yang menakutkan dan mencemaskan, kadang iman kita menjadi lemah, keyakinan kita menjadi luntur, kepercayaan kita kepada Tuhan mulai hilang. Ketakutan mengalahkan keyakinan kita pada Tuhan. Padahal kalau ditanya, apakah. kita percaya pada Tuhan? maka pasti tanpa ragu kita akan berkata “yakin dan percaya”. Tapi ketika pergumulan dan tekanan datang, mana percaya yang kita kumandangkan itu?? Kita sibuk mencari pertolongan sana sini, padahal ada satu – satunya tempat kita meminta pertolongan yaitu Tuhan.
Kepada Ahas Tuhan berfirman melalui nabi Yesaya di ayat 10 – 11” mintalah suatu pertanda dari Tuhan Allahmu, biarlah itu sesuatu dari dunia orang mati yang paling bawah atau tempat tertinggi di atas”. Perkataan ini menandakan, ada ajakan meminta tanda. Tanda apakah itu? tanda bahwa Tuhan akan menolong, Tuhan akan memulihkan keadaan itu. Kalimat “dunia orang mati dan tempat tertinggi di atas” adalah sebuah isyarat bahwa kekuasaan Tuhan Allah Israel mengatasi segala sesuatu, yang di paling bawah atau di paling atas sekalipun, ada dalam kekuasaanNya. Mengapa harus takut? Mengapa harus tidak percaya?? Ahas menjawab di ayat 12 “Aku tidak mau meminta, aku tidak mau mencobai Tuhan”. Ahas menggunakan alasan yang halus untuk menolak. Ahas menggunakan alasan yang kedengaran masuk akal, sepertinya sedap didengar untuk tidak meminta pertolongan Tuhan.
Ternyata Ahas lebih mengandalkan kekuatan lain. Ahas malah berpaling kepada Asyur dan minta pertolongan. Sikap Ahas seperti ini, memang adakalanya ditemui di antara kita. Pergumulan datang silih berganti, membuat kita terguncang, takut, khawatir. Ada saran, ada ajakan untuk bergumul, berdoa, mendekatkan diri pada Tuhan. Ajakan dan seruan itu banyak kali kita dengar dari hamba – hamba Tuhan dari sesama anggota jemaat. Tetapi manusia, kadangkala kurang sabar menanti waktu Tuhan, suka capat, pe minta langsung ada. Padahal hidup di dalam Tuhan, harus menunggu waktu yang Tuhan tentukan. Ajakan untuk berdoa, bergumul, mendekatkan diri pada Tuhan diangggap lama, butuh waktu. Maka ditempuhlah cara lain, yang dianggap ibarat jalan tol, yang bebas hambatan, padahal cara itu membuat kita menomorduakan Tuhan, cara yang kita pilih dengan mengandalkan kekuatan manusia atau kekuatan yang lain di luar Tuhan, bukan membuat pergumulan berlalu malah makin berat. Tetapi sebagaimana Ahas, yang keras kepala, maka ada juga orang percaya yang seperti itu. Diajak berpaling pada Tuhan, malah lari dari Tuhan, menjauh dari Tuhan.
Sebagai seorang Nabi yang diutus Tuhan di tengah – tengah umat Yehuda, maka Yesaya juga tidak bersikap masa bodoh. Karena bisa saja kita bersikap seperti itu jika bertemu dengan orang yang keras hati dan susah diatur. Yesaya tetap berusaha meyakinkan dengan ungkapannya di ayat 13 “baiklah dengarkan hai keluarga Daud, belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga?” Penyebutan “hai keluarga Daud” menunjuk pada janji Tuhan bahwa keturunan Daud akan selalu menjadi raja Israel. Karena ini bukan hanya menyangkut Ahas secara pribadi tetapi juga bangsa Yehuda pada umumnya. Kekerasan hati Ahas jangan sampai mengorbankan satu bangsa. Dengan tegas Yesaya menegur “belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga?”. Teguran keras memang diperlukan, untuk orang – orang yang susah diyakinkan. Jika teguran lembut tidak lagi dapat mengubah hati maka teguran keras harus diberikan, supaya ada kesadaran dari cara pikir yang keliru.
Ayat selanjutnya adalah pernyataan yang memuat tanda kasih Tuhan Allah bagi umat di masa itu dan umat di masa kini. Ayat 14 : Tuhan memberi pertanda yaitu seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki – laki dan ia akan menamakan Dia Imanuel. Ungkapan ini adalah nubuat untuk kedatangan Yesus yang dikutip Matius 1 : 23. Pernyataan ini memuat kebaikan Allah yang terus dinyatakan, walau umat masih berkeras hati. Pernyataan ini membuktikan bahwa Allah tidak akan pernah membiarkan umat berada dalam keadaan yang buruk. Imanuel berarti “Allah menyertai kita”. Jika Allah yang sebelumnya dipandang sebagai Transenden atau yang di atas kini saatnya Allah ada sebagai yang Imanen. Imanuel yang mengandung maksud : ada dan bersama – sama, berarti umat Tuhan tak akan pernah ditinggalkan sedetikpun. Nama ini dimaksudkan untuk meyakinkan Ahas bahwa Allah akan melindungi dia dan Yehuda. Di ayat 16 jelas dikatakan “sebelum anak itu tahu menolak yang jahat dan memilih yang baik, maka negeri yang kedua rajanya engkau takuti akan ditinggalkan kosong”. Ini benar terjadi, karena pada tahun 732 SM, Asyur menyerang, menjarah, menghancurkan banyak wilayah Siria dan Israel Utara yang selama hampir 200 tahun melepaskan diri dari Yehuda di Selatan. Ayat 17 “Tuhan akan mendatangkan atasmu dan rakyatmu dan atas kaum keluargamu hari – hari seperti yang belum pernah datang sejak Efraim menjauhkan diri dari Yehuda”. Ini adalah janji Tuhan, bahwa kedatangan seorang anak yang diberi nama Imanuel akan membuat keadaan menjadi pulih kembali seperti sedia kala. Tidak ada lagi ketakutan, kecemasan, kekhawatiran karena Allah ada, bersama – sama, menyertai umat dalam segala keadaan.
Kehadiran Allah yang adalah Imanuel ini yang akan terus dikumandangkan selama Minggu- Minggu Advent ini. Semoga perayaan perayaan kita akan bermakna, mendatangkan sukacita bagi semua orang, bukan hanya perayaan yang akan berlalu tanpa makna. Kiranya dalam perayaan menyambut natal di Kolom dan BIPRA, jemaat yang datang akan menikmati kehadiran Allah yang adalah Imanuel itu, melalui sapaan kasih yang tulus, melalui renungan dan khotbah yang menyejukkan, melalui pelayanan kasih yang menyentuh hati, melalui uluran tangan yang tanpa pamrih, supaya selalu ada kerinduan untuk mencari hadirat Tuhan. Keyakinan pada janji Tuhan tidak akan membuat sukacita kita tercuri hanya karena keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan di tengah kebutuhan yang melambung tinggi di bulan Desember ini. Percaya pada janjiNya, singkirkan segala kecemasan dan kekhawatiran, gantikan dengan sukacita yang melimpah di dalam Tuhan. Amin.