SOBAT obor, mungkin ada diantara kita saat melihat bayi, secara refleks pasti ingin sekali menciumnya. Tubuhnya yang mungil dengan ekspresi muka yang lucu membuat kamu pasti jadi gemas. Mungkin
kita masih mengingat saat kita masih bayi. Orang tua kita memiliki beragam cara untuk menunjukkan rasa kasih sayang, salah satunya dengan cara memeluk dan mencium kita. Tidak hanya orang tua, terkadang om atau tante juga melakukan itu. Lalu apakah kita senang dengan itu? Ya, tergantung. Bisa ya, bisa tidak. Sewaktu kecil pasti kita pernah mau menghindar dicium orang, sebab setelah dicium terkadang pipi kita jadi basah. Apalagi kalu yang mencium kita adalah omom yang berkumis. Kumisnya yang tajam itu bisa sangat menganggu bagaikan ditusuk jarum tajam. Namun beberapa artikel menyatakan bahwa aktivitas tersebut memiliki dampak psikologis yang positif bagi anak dan juga membangun kedekatan emosional antara orang tua dan anak. Ciuman yang diberikan oleh ibu, ayah, atau orang-orang terdekat akan membuat bayi merasa nyaman. Si kecil ini tahu bahwa kehadirannya benar-benar dinantikan, bahwa ia memang sangat disayangi oleh semua orang. Saat dicium, bayi akan tahu ada orang-orang yang melindungi dan menjaganya, tak akan membiarkannya kesepian hingga merasa ketakutan. Ciuman menjadi tanda kasih sayang dari seseorang kepada dia yang sangat berarti dalam hidupnya.
Sobat obor, walau dibeberapa tempat/budaya ciuman merupakan tanda cinta sayang, persahabatan dan keakraban. Namun bagi seorang Yudas, ia telah memberikan arti tersendiri tentang suatu ciuman. Ia memberikan petunjuk kepada orang yang hendak menangkap Sang Guru-nya. Tanda itu ialah ciumannya kepada sang Guru dan Tuhan. Dengan ciuman itu telah memberikan isyarat, bahwa yang diberikan ciuman itu adalah orang yang mereka cari, sehingga silahkah menangkap-Nya untuk diserahkan kepada pengadilan agama dan dihukum mati dengan disalib yang hina. Ciuman Yudas terlihat seperti sebuah penghormatan seorang murid kepada gurunya. Tapi ternyata itu adalah tanda pengkhianatan. Dengan ciuman itu Yudas berharap bisa menyerahkan Yesus secara halus. Memberikan kesan kepada Yesus dan para murid bahwa ia masih tetap mengasihi Yesus. Sandiwara cinta ini mungkin bisa menipu para murid, tetapi Yesus tidak bisa ditipu. Dia tahu ciuman Yudas tidak tulus; bukan tanda kasih, melainkan tanda pengkhianatan. Ciuman bukan lagi ungkapan rasa hormat dan cinta seorang murid atas Guru Agungnya. Rencana busuk yang bertujuan pengkhianatan itu dibalut dengan suatu tindakan ciuman. Kesetiaannya digantikan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Penulis Injil lainnya memberikan informasi ciuman itu demi 30 keping perak. Yudas menghapuskan rasa cinta digantikan pengkhianatan untuk harta bendawi. Yudas rela meninggalkan Allah demi meraih uang itu. Ciuman yang bisa diartikan tindakan ketulusan malah berubah jadi kepalsuan.
Sobat obor, dalam hidup sehari-hari manusia sering melakukan ciuman serupa ciuman Yudas, sebuah ciuman pengkhianatan. Pengkhianatan dapat terjadi dalam hubungan apapun. Di antara teman, kekasih, suami istri, bahkan keluarga. Sakit hati akibat pengkhianatan juga berbeda-beda kadarnya. Ada yang bisa reda dalam sekejap, ada pula yang sampai menimbulkan trauma. Tentu, tidak ada orang yang berharap dikhianati cinta. Rasa kecewa dan sakit yang ditimbulkan pasti akan membekas dan bertahan lama. Mungkin kita pernah merasakan. Hari ini jalan dan makan bareng dengan kita, eh tahu-tahu di Hpnya ketahuan sedang asik chatting sama selingkuhan. Tapi begitulah cinta, selalu aja ada orang yang meyalahgunakannya. Tapi tidak hanya soal cinta pada manusia. Terhadap Tuhan juga demikian, jangan karena hanya soal harta, tahta dan cinta kita rela meninggalkan Tuhan. Menjual Tuhan hanya untuk kesenangan duniawi. Kita kerap membalut kemunafikkan dengan topeng kasih dan kalimat manis, “Aku mengasihi Engkau, ya Tuhan”. Tapi pada praktiknya, saat ibadah kita lebih suka membuka telepon pintar kita daripada Alkitab. Olehnya, waspadalah terhadap ciuman Yudas dan jangan sampai melakukan ciuman Yudas untuk mencapai tujuan kita. amin (bfp)