TIDAK ada yang tahu dengan cara apa kita akan mati. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang akan tahu bagaimana caranya mereka mati. Kematian adalah suatu hal yang pasti, karena setiap yang hidup pastiakan mati. Namun tentu kematian yang bagaimana yang kita inginkan? Lihatlah cara orang sekarang memperlakukan kematian. Jenazah dipakaikan pakaian yang terbaik, peti matinya pun demikian. Rumah duka di dekorasi dengan indah bahkan kuburanya sudah seperti rumah kecil yang mewah. Semua ini dilakukan sebagai bentuk perhatian terakhir bagi yang meninggal. Namun cara ataupun jalan untuk menuju kematian setiap manusia di bumi ini, tentu berbeda-beda. Kita sering mendengar tentang cara matinya seseorang, dari yang dianggap aneh, jarang ditemui, mengerikan, tragis, menyakitkan, dan kematian yang sia-sia serta lainya sebagainya. Pandemic Covid-19 telah memberikan nuansa baru dalam soal menghadapi kematian. Hampir setiap pekan di tahun sebelumnya kita mendengarkan cerita pilu keluarga yang dirundung duka. Tak sedikit pula berita soal kegeraman pihak keluarga menolak protokol pemakaman Covid-19. Bahkan beberapa di antaranya nekat mencuri jenazah dari Rumah Sakit (RS). Seolah mereka tak peduli lagi soal “hantu” penularan Covid-19 yang dalam senyap menyebar tanpa diketahui. Kondisi pandemi memunculkan prosedur-prosedur baru dalam menghadapi kematian. Tindakan tersebut berkaitan dengan perubahan tata prosesi pemakaman yang sekarang menjadi di luar kelaziman. Mereka yang meninggal karena Covid sering dimakamkan tanpa suatu upacara yang baik dan dihadiri oleh kenalan. Mereka tidak diperkenankan untuk dijenguk oleh kerabatnya, bahkan oleh orang terdekat sekalipun. Bahkan saat mereka menghadapi detik- detik kematian hingga ke pemakaman, kerabat tidak diperbolehkan untuk mengunjunginya. Para penderita akan melalui semua proses tersebut sendirian dan hanya didampingi oleh tenaga medis, yang kebanyakan tidak pernah mereka kenal sebelumnya. Atas kejadian ini, orang pun takut mati dengan cara demikian. Permasalahan ini memang tidak sederhana. Memakamkan keluarga dan kerabat adalah peristiwa paling penting dalam daur hidup manusia hampir di seluruh kebudayaan. Prosesi tersebut diyakini penting bagi keluarga yang ditinggalkan.
Sobat obor, sudah sepantasnya jika orang baik itu, kematiannya pun diharapkan dalam saat dan kondisi yang baik. Namun berbeda dengan Yesus Kristus. Disaat menuju ajal kematian-Nya, Ia mendapatkan penghinaan, olokan yang luar biasa. Di atas kayu salib Yesus tetap menerima hinaan dari orang-orang yang ada disekitar-Nya. Setidaknya dari teks ini ada empat kelompok orang yang menghina/mengolok Yesus. Pertama, serdadu-serdadu Romawi (ayat29), kedua, dua orang penyamun yang disalibkan bersama Yesus (ay. 38), ketiga, orang-orang yang lewat disana (ay. 39 ) dan keempat kelompok iman-imam kepala, ahli taurat dan tua-tua (ay. 41). Sungguh memilukan dan memiriskan jika direnungkan. Yesus yang datang menyelamatkan umat-Nya dan sering berkeliling berbuat baik, malah mendapatkan kematian yang mengenaskan. Yang bahkan semua manusia didunia tidak mengingikan kematian dengan cara demikan. Namun jauh sebelum pemerintah Romawi ini menjatuhkan hukuman, Allah telah menyatakan melalui Yesaya bahwa Anak-Nya harus “dihitung bersama para pelanggar” (Yesaya 53:12).
Sobat obor, apa yang Yesus lakukan ini menunjukkan kepada kita bahwa posisi yang Dia tempati itu sebenarnya posisi kita. Dia ada disana sebagai pengganti kita. Dia telah mengambil tempat yang menjadi hak kita. Itu adalah tempat yang hina, memalukan, yang hanya diperuntukkan bagi para penjahat yang dihukum mati. Namun karena kasih-Nya, Yesus melakukan itu. Yesus mengalami kematian yang menyakitkan dan terkutuk ini agar manusia bisa selamat. Yesus Kristus menunjukkan tidak hanya hidup yang harus berarti, namun kematian juga harus berarti. Maka sebagai pemuda gereja, jangan kita jadi sama seperti orang-orang dalam kisah ini, yang hanya menghujat, mengolok Yesus. Tanpa sadar bahwa yang Yesus lakukan itu adalah untuk menebus dosa manusia. Mari jadikanlah hidup kita alat kesaksian agar Tuhan dimuliakan bukan dihujat. Amin. (BFP)