SEJAK Yesus dijatuhi hukuman mati di kayu salib karena dianggap sebagai penjahat, murid-murid Yesus hidup dengan penuh ketakutan.
Kematian yang terjadi kepada sang Guru yang sangat dikasihi, mungkin saja akan terjadi kepada mereka. Itulah sebabnya mereka sering sekali melakukan pertemuan-pertemuan secara tertutup, agar terhindar dari incaran orang Yahudi. Para murid hidup dalam kepanikan serta kecemasan yang dalam. Dukacita dan rasa kehilangan mereka, melunturkan kepercayaan bahwa Yesus benar-benar akan bangkit. Dalam suasana yang mencekam, dibalik pertemuan rahasia mereka, Yesus tiba-tiba menampakkan diri. Dia berkata: “Damai sejahtera bagi kamu”. Sekali lagi Dia berkata : “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu”.
Apa reaksi para murid saat melihat Yesus menampakan diri? Diceritakan dalam Injil-injil, apa yang mereka lihat dengan mata dan dengan telinga memang berbeda diluar dugaan dan perhitungan mereka. Tak ada tanda-tanda yang mendahuluinya. Tak ada tanda-tanda sebelumnya. Dan ketika orang menjumpai situasi seperti itu, mereka pasti diam dan termangu. Namun ternyata, diam dan termangu tak cukup mengubah kenyataan. Mereka tersadar akan tugas untuk pergi menyampaikan fakta bahwa Yesus telah bangkit. Ia berkata : “Terimalah Roh kudus”. Kedatangan Roh kudus seperti lahirnya kehidupan baru dari kematian. Dan bila Roh itu menjadi bagian mereka, maka mereka dibentuk kembali untuk melaksanakan tugasnya.
Yesus menampkan diri kepada murid-muridNya, karena Yesus sungguh membutuhkan para pengikut-Nya. Ia hendak mengutus murid-muridNya dalam tugas untuk membawa, memberitakan, memperkenalkan dan berasaksi tentang Kristus kepada semua orang dan keseluruh dunia. Para Rasul mempunyai hak-hak terbaik untuk menyampaikan pesan Yesus kepada manusia, karena mereka yang paling mengenal Dia. Jika mereka mengetahui bahwa seseorang sungguh-sungguh bertobat, maka mereka dapat membawa pesan pengampunan dari Kristus.
Setelah para murid menerima Roh Kudus, diceritakan dalam perikop selanjutnya bahwa Tomas, seorang dari ke duabelas murid Yesus tidak bersamasama dengan mereka. Saat murid-murid berkata : “kami telah melihat Tuhan”, Tomas pun menjawab: “sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke lambung-Nya, sekali-kali aku tidak percaya”. Bagi Tomas, salib adalah hal yang memang akan terjadi. Ketika Yesus mengusulkan untuk pergi ke Betani, Tomas berkata: “Marilah kita pergi juga untuk mati bersamasama dengan Dia” (Yoh 11:16). Tomas tidak pernah kurang keberanian, tetapi ia berwatak pesimis. Ia begitu mengasihi Yesus, sehingga ia bersedia untuk pergi ke Yerusalem dan mati bersama-sama dengan Dia. Dan setelah perisitwa kematian Yesus, ia begitu patah hati. Ia menjauhkan diri dari perkumpulan, dan menyendiri dalam kesedihan hatinya.
Seminggu telah lewat dan Yesus datang kembali. Dan kali ini Tomas ada disana. Yesus mengetahui isi hati Tomas. Dia mengulang kata-kata Tomas sendiri dan mempersilahkan Tomas mendapatkan bukti yang ia tuntut. Dan hati Tomaspun meluap dengan kasih dan pujian. Yang ia dapat katakan hanyalah : “Tuhanku dan Allahku”. Yesus berkata kepadanya: “Tomas engkau harus melihat dengan mata kepalamu sendiri untuk percaya, tetapi harinya akan tiba bahwa orang akan melihat dengan mata iman dan percaya”.
Sobat obor, bagi Tomas, tidak ada hal yang setengah-setengah. Ia menyatakan keragu-raguannya bukan hanya sekedar pertunjukan pikiran, namun ia raguragu supaya bisa menjadi yakin. Dan bila ia sudah yakin, maka ia sepenuhnya menyerahkan diri kepada kepastian itu. Tomas, yang berhadapan muka dengan muka, dengan mantap berkata : “Tuhanku dan Allahku”. Demikian juga dengan kita. Dengan yakin dan penuh kepastian kita berkata: “Yesus engkau Tuhan dan Allahku”. Sekalipun kita tidak bertatapan muka dengan muka, namun kita melihat dengan mata iman. Sehingga sungguh benarlah perkataan Yesus: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”. Amin (MT)