SOBAT obor, air merupakan ciptaan Tuhan di bumi. Di satu sisi, air dapat menjadi salah satu sumber kehidupan manusia. Di sisi lain, air dapat memusnahkan bumi dan manusia yang berdosa. Penting bagi kita untuk tetap menjalankan amanat Tuhan dengan melestarikan alam dan makhluk ciptaan demi masa depan. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Dan kalau bukan kita, siapa lagi? Dalam firman Tuhan ini, menceritakan bagaimana Tuhan Allah menyelamatkan Nuh dan keturunannya. Siapakah Nuh? Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercacat atau tidak bercela di antara manusia. Setiap hari, Nuh hidup dan bergaul dengan Tuhan Allah. Nuh memiliki tiga orang anak lakilaki bernama Sem, Ham dan Yafet. Nuh menjadi orang yang benar, jujur dan setia dihadapan-Nya. Dalam kisah ini, Tuhan Allah yang Mahakuasa sangat sedih melihat kejahatan manusia yang serakah, mementingkan diri sendiri, menipu orang lain, membunuh bahkan melupakan Tuhan. Ia menyesal telah menciptakan manusia di bumi dan peristiwa itu memilukan hati-Nya. Karena itu, Ia menggunakan air bah untuk memusnahkan manusia, dan semua yang diciptakan-Nya. Nuh membuat bahtera seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Pada saat air bah datang meliputi bumi, Nuh berusia enam ratus tahun. Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan Allah. Nuh diselamatkan bersama keluarga dan sepasang binatang yang tidak haram dan haram, semua binatang yang merayap di bumi. Selama seratus lima puluh hari lamanya mereka berada di dalam bahtera terombang-ambing dengan arus air yang dahsyat. Tuhan Allah menghembuskan angin ke dalam bumi sehingga air menjadi surut. Bahkan air hujan yang turun dari langit yang begitu lebat langsung berhenti. Akhirnya bahtera itu terkandas di pegunungan Ararat. Beberapa bulan kemudian muncul puncak-puncak gunung. OBOR 13 Nuh mau memastikan, apakah air bah telah berkurang di muka bumi. Pertama, Nuh melepaskan burung gagak, tetapi burung itu tidak menemukan daratan sehingga ia kembali ke bahtera. Kedua, Nuh melepaskan burung merpati dan ia mendapat daun zaitun yang segar. Itu menandakan bahwa air sudah surut dari atas bumi. Kemudian pada hari berikutnya, Nuh melepaskan burung merpati itu, dan ia tidak kembali lagi kepadanya. Ini menandakan bahwa Tuhan Allah telah menyertai dan menyelamatkan mereka yang berada di dalam bahtera. Sobat obor, tiba saatnya Nuh membuka bahtera dan ia melihat air dimuka bumi sudah mulai kering. Ia mendengarkan perintah Tuhan dengan mengeluarkan semua binatang yang berada di dalam bahtera termasuk juga keluarganya yaitu istrinya, anak-anak dan istri anak-anaknya. Ia tidak melupakan kebaikan dan penyertaan Tuhan. Ia mendirikan mezbah bagi Tuhan dengan mempersembahkan korban bakaran. Maka Tuhan mencium korban persembahan yang begitu harum dihadapan-Nya. Mulai saat itu, Tuhan berjanji tidak lagi mengutuk bumi dengan segala isinya, meskipun manusia berbuat dosa dihadapan-Nya. Tuhan Allah memberkati bumi dengan berbagai musim. Di sini, Tuhan Allah menjangkau semua ciptaan dalam penebusan. Ia menebus semua ciptaan dari ancaman pemusnahan. Manusia harus menjaga, merawat, bertanggung jawab dan melestarikan bumi sebagai rumah kita bersama. Sobat obor, gerakan ekoteologi mendorong kita sebagai pemuda gereja untuk terlibat aktif dan berkontribusi melestarikan alam, bukan hanya untuk hari ini saja, melainkan untuk generasi ke depan. Pentingnya menyadari bahwa krisis ekologi sebagai isu global yang memanggil kita untuk berekonsiliasi (berdamai) dengan alam. Mengingat, manusia adalah pelaku utama kerusakan ekologi. Karena itu, kita harus berdamai dengan alam melalui aksi ramah lingkungan seperti tidak membuang sampah sembarangan, membawa tumbler (botol air minum), tidak boros air, menanam bunga atau pohon, mengurangi penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) dan membersihkan lingkungan. Adapun kisah gereja bagaikan bahtera pertama kali dicetuskan oleh Tertullianus (160-220 Masehi) seorang teolog dari Aljazair. Kemudian dikembangkan oleh teolog Jerome Hieronimus (345-420 Masehi) seorang pakar Pendidikan Agama Kristen (PAK). Ada beberapa gereja memakai perahu atau bahtera sebagai simbolnya. Kemudian gerakan oikumene memakai lambang perahu atau bahtera bersalib di atas dua gelombang ombak. Juga dalam NKB Nomor 111 menuliskan “Gereja Bagaikan Bahtera”. Semua simbol bermakna pada pengakuan gereja bahwa kita sebagai bahtera Nuh yang berfungsi melindungi dan menyelamatkan makhluk ciptaan Tuhan demi masa depan. Amin (NAH)