SOBAT Obor, salah satu sejarah yang memilukan tentang penjajahan di Indonesia oleh Jepang adalah praktek Romnusha. Romusha artinya serdadu pekerja. Penjajah membentuk kelompok- kelompok penduduk pribumi dan menjadikan mereka sebagai buruh kasar di bawah kekuasaan Jepang., mereka diperlakukan dengan tak manusiawi, dipaksa kerja sampai mati tapi tidak diberi upah. Itulah sebabnya penjajahan Jepang sekitar 3,5 tahun itu disebut lebih kejam dibandingkan pejajahan Belanda selama 350 tahun. Praktek keliru yang memaksa seperti ini juga pernah terjadi di zaman gereja Katolik Roma di abad pertengahan yang memaksa pembangunan Basilika Santo Petrus dengan menjual surat pengakuan dosa (indulgensia). Praktek ini menjadi salah satu alasan munculnya reformasi gereja saat itu.
“Celakalah orang yang mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar benteng di atas ketidakadilan” (ayat 12), adalah kecaman dalam kitab Habakuk ini. Dengan kata lain praktek yang dikutuk ini adalah membangun kota- kota dengan uang dan tenaga yang didapat dengan jalan kekerasan. Memang kota yang dibangun dapat menjadi sangat megah, tapi dengan penderitaan orang dan jalan ketidakadilan, Tuhan tidak berkenan atas praktek seperti ini. Seseorang tidak berhak memaksa orang lain apalagi menyengsarakan mereka dengan alasan membangun kehidupan yang lebih baik, karena bukankah hanya dari Tuhan semua yang kita miliki ini dibangun? Praktek demikian ini pasti akan menghadapi keadilan Allah, entah kehancuran fisik atau juga penghukuman atas umat yang melakukan pemaksaan itu. Kita diajar melalui tema ini untuk memanfaatkan baik- baik peran kita baik di tengah jemaat maupun masyarakat. Semua yang kita dapatkan harus dengan jujur kita sadari sebagai pemberian Tuhan, supaya tak ada yang memegahkan diri sendiri dan melakukan perbuatan bercela. Dengan sikap kerendahan hati seperti ini, kita pasti akan menemukan keberhasilan dalam kerja baik di hadapan Tuhan tapi juga tentu di hadapan manusia. Amin. (DLW)