Menyatakan kasih kepada orang yang mengasihi kita adalah suatu hal yang biasa, tapi menyatakan kasih kepada semua orang termasuk kepada orang yang tidak menyukai kita kadang mustahil untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena biasanya sikap seseorang terhadap orang lain ditentukan oleh sikap orang lain terhadap seseorang. Jika demikian, maka kasih seseorang akan bergantung pada kondisi hati seseorang bukan pada kesadaran untuk melakukan apa yang diFirmankan Tuhan. Untuk itu sangat perlu bagi setiap orang untuk terus menerus diingatkan apa yang menjadi kewajiban orang percaya terutama tentang ”Mengasihi Sesama Sebagai Wujud Mengasihi Allah”.
Dalam Perjanjian Lama kasih diterjemahkan dari kata ”ahab” yang dihubungkan dengan kasih Allah yang juga mencakup pengertian kasih mengasihi dalam persahabatan.
Surat 1 Yohanes ini diperkirakan ditulis pada akhir abad pertama atau awal abad kedua, yang dalam 1 Yohanes 1:1 penulis memperkenalkan diri sebagai saksi yang melihat dan meraba secara langsung tentang Firman hidup. Oleh beberapa ahli menyimpulkan bahwa penulisnya adalah Yohanes salah satu rasul yang memberitakan Injil di kota Efesus. Penulisan kitab ini sebenarnya bertujuan untuk menguatkan iman jemaat, sebab ternyata dalam masa itu berkembang orang-orang yang hidup dalam gnostisisme yakni suatu paham yang menyangkal keilahian Yesus dan meragukan kebenaran Allah serta berpusat pada keyakinan akan filsafat Yunani. Surat ini juga bertujuan untuk memperkuat iman setiap orang percaya agar tidak terpengaruh dengan ajaran dari penyesatan dari para nabi-nabi palsu, para antikristus yang seakan-akan hidup dengan benar tapi sebenarnya tidak berasal dari Allah. Pentingnya perbuatan yang benar merupakan suatu identitas orang yang percaya tentang kebenaran Allah di dalam Yesus, perbuatan itu ialah tentang kasih.
1 Yohanes 4:7-21 diawali dengan suatu kalimat ajakan untuk saling mengasihi. Penting untuk diketahui bahwa mengasihi dari kata dasar ”kasih” diterjemahkan dari teks Yunaninya yakni ”agaphe”. Dari istilah Yunani ada 4 kata yang diterjemahkan kasih dengan makna arti kata yang berbeda-beda. Di antara keempat istilah Yunani tersebut kasih ”agaphe” berarti kasih yang tidak mementingkan diri sendiri yang identik dengan kasih Allah terhadap ciptaan-Nya. Dalam teks ini ada beberapa kali penulis mencatat bagian yang diulang-ulang tentang kasih (agaphe) yang menunjukkan suatu penegasan. Dalam ayat 7-8 disebutkan bahwa orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah. Kata ”lahir” diterjemahkan dari kata ”gennao”mengandung arti melahirkan kembali, menurunkan atau memperanakkan. Namun dalam kata ini selain untuk menunjukkan kelahiran badani / fisik, tapi juga untuk kelahiran rohani. Kata mengenal dalam Yunani ada 2 yaitu ”eido” dan ”ginosko”. Kata ”Eido” cenderung menunjuk pada ”apa yang diketahui / pengetahuan”, namun ”ginosko” berarti ”mengerti, mengetahui, mengenal, menyadari”. Pada dasarnya pengenalan biasanya berasal dari pengalaman, pengamatan, penelitian serta pembelajaran. Cara kerja ginosko yakni seseorang dapat mengerti, mengetahui atau mengenal Allah jika orang tersebut memiliki hubungan dengan Allah, dan pengenalan tersebut terlihat dari sikap yang saling mengasihi. Penulis bahkan menyebutkan bahwa Allah adalah kasih, hal ini menunjukkan hakekat Allah yang berpribadi.
Ayat 9-14 Perwujudan tentang kasih itu terlihat dari ”Allah yang telah mengutus Anak-Nya yang tunggal”. ”Anak yang tunggal” diterjemahkan dari kata ”monogenes” dari dua suku kata yakni ”mono” artinya tunggal atau hanya satu-satunya, serta kata ”gennao” yang berarti ”lahir”, maka ”monogenes” berarti ”tunggal yang lahir”. Dari hal ini setiap pembaca diajak untuk merenungkan bahwa kasih Allah yang sangat mementingkan ciptaan-Nya adalah bukti bahwa Allah yang telah lebih dahulu menunjukkan kasih-Nya kepada umat-Nya, maka dari itu setiap orang percaya juga harus hidup mengasihi.
Ayat 15 ”Mengaku” dari kata ”homologeo” dari dua suku kata yakni ”homo” artinya sama, dan ”logos” artinya Firman, jadi tujuan dari ”mengakui” dalam hal ini adalah untuk menyesuaikan perkataan sebagaimana yang diFirmankan Tuhan. Maka ayat 15 ini bertujuan bukan sekedar mengucapkan suatu pernyataan melainkan menghentar para pembaca agar dapat menyesuaikan perkataan sebagaimana yang difirmankan Tuhan secara khususnya tentang Yesus adalah Anak Allah, dengan sikap pengakuan yang demikian maka Allah hidup di dalam diri orang tersebut.
Ayat 16-21 menunjukkan bagaimana dampak kasih Allah menguasai orang percaya:
-
Kasih Allah memberi ruang kepada setiap orang untuk dapat hidup di dalam Dia
-
Kasih Allah adalah sempurna ketika orang percaya memiliki keberanian untuk percaya pada hari penghakiman. Ada sedikit kesalahan dalam terjemahan teks Terjemahan Baru oleh LAI ketika kata hubung yang dari teks Yunani ”hina” diterjemahkan ”kalau”, sebab kata hubung ”hina” seharusnya diterjemahkan ”agar” atau ”supaya”. Maka terjemahan yang pas ialah bahwa dalam hal inilah kasih Allah sempurna yaitu supaya kita mempunyai keberanian pada hari penghakiman.
-
Oleh kasih Allah memampukan untuk tidak hidup dalam ketakutan. Dalam masa penghakiman setiap orang akan bertanggung jawab atas iman masing-masing tetapi karena kasih Allah yang sempurna maka tidak ada lagi ketakutan.
-
Kasih Allah mengajarkan untuk mengasihi saudara. Jika kita ingat dengan pengajaran Yesus, kita akan memahami bahwa makna kata saudara bukan hanya pada seseorang yang memiliki hubungan akrab tetapi meluas kepada semua orang.
Dari Firman ini semua orang dapat memahami bahwa tindakan kasih tidak terbatas tujuannya terhadap siapa kasih itu diberlakukan. Kasih terbatas pada Allah itu sendiri sebab Allah bertakhta di atas kebenaran. Kasih harus mempengaruhi sikap hidup orang percaya, bukan sebaliknya bahwa sikap hidup orang percaya ditentukan oleh seberapa kecil atau besarnya kasih yang ia dapat dari orang lain. Kadang ada saja perkataan seperti ini: ”Bagimana dia beking pa kita, bagitu kita beking pa dia”. Hal tersebut berarti kasih kita bergantung pada kasih orang lain terhadap kita dan tentu hal tersebut adalah salah.
Kasih bergantung pada keyakinan dan keteladanan yang didapat dari Allah sejauh mana kita menyadari bahwa kita lahir dan mengenal Allah. Ingat, setiap orang percaya akan mampu mempraktikkan kasih jika orang tersebut memiliki hubungan yang erat dan kesadaran akan kasih Allah di dalam hidupnya, pertanyaannya: sudah sejauh mana kita betul-betul mengakui kasih Allah di dalam hidup kita? Kasih adalah perbuatan baik, namun perbuatan baik belumlah tentu adalah kasih, sebab kasih haruslah dalam ruang lingkup yang bertumpu pada ”lahir dan mengenal Allah”. Tidak semua perbuatan yang dipandang baik adalah sesuai dengan kasih Allah. Perbuatan baik Allah yang mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal yaitu Yesus Kristus adalah puncak kasih yang sempurna.
Kiranya Tuhan menolong kita semua untuk saling mengasihi satu dengan yang lainnya. Soli Deo Gloria, amin.