Ada sebuah peribahasa “bagai kapal tidak bertiang” yang berarti suatu negeri atau kelompok yang tidak memiliki pemimpin. Pada zaman dahulu tiang pada kapal berfungsi sebagai pendukung utama layar yang menangkap angin dan menghasilkan tenaga penggerak untuk menggerakkan kapal menuju ke tempat yang menjadi tujuan, jika kapal tidak memiliki tiang maka kapal tidak akan bergerak dan tidak akan sampai pada tujuan. Demikian dalam kehidupan ini, fungsi kepemimpinan dibutuhkan untuk memimpin dan mengarahkan setiap unit dalam kehidupan untuk mencapai suatu tujuan. Mulai dari kelompok kecil seperti keluarga sampai pada kelompok besar seperti organisasi, perusahaan, gereja dan negara. Tentu dengan harapan pemimpin tersebut melaksanakan peran dan fungsi kepemimpinan dengan benar. Di tahun 2024 ini, akan diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pemimpin negeri yang kita cintai, Indonesia. Khususnya di tanggal 14 Februari 2024, akan dilaksanakan pemungutan suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Waktu semakin dekat menuju hari pemungutan suara. Sementara dalam persiapan pemilihan umum, dalam menggumuli siapakah yang akan menjadi pemimpin negeri ini, GMIM memilih tema perenungan “Mengenal dan Cerdas Memilih Pemimpin” berdasarkan Matius 7:15-23.
Injil Matius muncul dari sebuah konteks Kristen-Yahudi. Penulis Injil Matius bermaksud menyampaikan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Yesus. Dari isi Injil Matius dapat dilihat juga bahwa Injil ini mempunyai tiga maksud khusus, yaitu: (1) apologetis, menjadi jelas pada pasal 8:17 dan banyak ayat yang serupa, dimana penulis Injil Matius memperlihatkan bahwa Yesus Kristus menggenapi nubuatan para nabi dalam Perjanjian Lama. Dengan jalan ini memberi bahan sebagai pembelaan di muka orang Yahudi yang menolak Yesus sebagai Mesias. (2) kateketis, berarti memberi pengetahuan tentang pokok-pokok ajaran secara teratur dan sistematis tentang perbuatan-perbuatan dan ajaran Kristus. (3) parenetis, berarti nasihat atau teguran. Pasal 7:15-23 adalah bagian dari Khotbah di Bukit, dimana Yesus mengajar orang banyak dan pengikut-pengikutNya. Tema Khotbah di Bukit bermacam-macam. Khusus perikop ini berkaitan tentang pengajaran sesat. Ayat 15 dimulai dengan kata dalam terjemahan bahasa Indonesia “waspadalah”, menunjukkan sebuah peringatan terhadap nabi-nabi palsu. Nabi adalah salah satu jabatan yang dipakai penulis Injil Matius untuk merefleksikan hakikat dan peran para pemimpin pada masanya. Nabi memiliki karunia khusus dari Tuhan untuk mengerti kehendak Tuhan dan untuk menerangkan kehendak Tuhan dengan jelas (1 Korintus 12-14, terutama 14:3), serta berperan mengajar tentang kehendak Tuhan.
Peringatan waspadalah terhadap nabi-nabi palsu menunjukkan bahwa ada orang-orang yang mengaku berbicara atas nama Tuhan tapi tidak melaksanakan peran dan fungsi sebagai nabi dengan benar menurut kehendak Tuhan. Malah menyamar seperti domba, padahal sesungguhnya adalah serigala yang buas. Mungkin kita pernah mendengar cerita anak tentang “serigala berbulu domba”, yang berkisah tentang seekor serigala yang sedang lapar bersembunyi di antara kawanan domba dan mencoba memangsa seekor domba, namun gagal karena rupanya domba sangat hati-hati, lalu si serigala itu berpakaian bulu domba supaya dia dapat menerkam. Memang masih ada kelanjutan dari cerita ini. Tapi sampai disini, kita melihat pesan dari cerita bagaimana tipu muslihat yang dilakukan serigala untuk mencapai tujuannya. Jauh sebelum kita mendengar cerita ini, Injil Matius khususnya dalam perikop ini telah menuliskannya. Serigala adalah binatang buas yang menganalogikan sifat manusia yang membahayakan, mengusik, merampas dan merusak kehidupan. Sangat berbahaya! Demikian digambarkan nabi-nabi palsu itu. Bukan kehendak Tuhan yang menjadi tujuan tapi keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Dalam Alkitab mencatat ciri-ciri nabi palsu, antara lain: penampilan yang menarik tetapi menyesatkan orang-orang pilihan (Matius 24:24-25), seperti serigala-serigala yang ganas mengajar ajaran palsu dan menarik murid-murid dari jalan yang benar supaya mengikuti mereka (Kisah Para Rasul 20:29-30), mengajarkan ajaran sesat yang membinasakan (2 Petrus 2:1), mengajar sesuatu menurut kehendaknya yang hanya menyenangkan telinga (2 Timotius 4:3-4), menyamar sebagai rasul-rasul Kristus, malaikat Terang dan pelayan-pelayan kebenaran (2 Korintus 11:13-15). Sepanjang sejarah Gereja telah muncul nabi-nabi palsu. Misalnya wanita Izebel, dalam Wahyu 2:20, yang menyebut dirinya nabiah tetapi menyesatkan hamba Tuhan supaya berbuat jahat dan makan persembahan berhala. Nabi-nabi palsu dapat juga muncul di sekitar kita.
Hati-hati, karena mereka bukan menyamar seperti orang biasa, tapi mereka menyamar seperti seorang nabi, orang yang memiliki peran penting dalam persekutuan atau orang yang memiliki jabatan penting dalam kehidupan. Lalu darimana kita dapat mengenal dan mengetahuinya? Jelas tertulis dalam pasal 7:16 terjemahan bahasa Manado “Ngoni bole mo dapa tau kalu dorang itu butul-butul nabi ato nabi palsu dari apa tu dorang da beking, sama deng dapa tau pohong dari de pe bua. Nyanda mungkin to tu rumpu baduri mo babua anggor ato mo babua ara”. Cara hidup adalah batu ujian untuk memperlihatkan hidup yang berbuah baik, yakni buah-buah Roh seperti yang tertulis dalam Galatia 5:22-23, atau memperlihatkan suatu moral yang tidak baik. Yesus menamakan “seorang Kristen yang benar” sebagai “sebatang pohon yang baik”, yang menghasilkan buah yang baik. Menurut ahli-ahli Perjanjian Baru, istilah itu berarti bahwa seorang Kristen yang baik sudah mengalami suatu perubahan yang fundamental. Memiliki hati yang terbuka bagi perkataan-perkataan Kristus dan bagi Roh Kudus, serta memiliki keinginan hidup dalam ketaatan kepada Tuhan.
Selanjutnya pada ayat 21-23 perikop ini berkaitan dengan kapasitas iman orang percaya. Perkataan harus dinyatakan lewat perbuatan. Tidaklah cukup dengan berseru: “Tuhan, Tuhan!” tetapi tidak melaksanakan perintah dan kehendakNya. Apalah gunanya berkata-kata kami bernubuat, mengusir setan, mengadakan mujizat demi nama Yesus namun tidak mengasihi dan mengampuni sesamanya menurut ajaran-ajaranNya, dalam ayat 23 Yesus berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
Masa kampanye dari para calon pemimpin negeri ini sementara berlangsung. Kita mendengar visi dan misi mereka jika mereka terpilih, tapi kita juga melihat cara hidup mereka. Ujilah semuanya itu sesuai dengan firman Tuhan. Sambil berdoa dan berharap kepada Tuhan, supaya kita dituntun untuk mengenal dan cerdas memilih pemimpin yang takut akan Tuhan, tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri tapi dengan hati yang tulus ikhlas untuk kepentingan dan kesejahteraan banyak orang. Perhatikanlah dengan seksama siapa yang nanti akan kita pilih. Jangan tertipu dengan penampilan yang menarik, tapi lihatlah seorang pribadi yang bergaul akrab dengan Tuhan, yang menghasilkan buah-buah yang baik dalam hidup ini. Sekali lagi, ujilah sesuai dengan firman Tuhan! Jika di antara kita, ada yang mencalonkan diri untuk jadi pemimpin negeri ini, lakukanlah itu dengan hati yang tulus ikhlas dan takut akan Tuhan.
Perenungan perikop ini juga mengajak kita sebagai pengikut Tuhan untuk hidup menghasilkan buah yang baik di tengah dunia ini. Menaati Tuhan lebih penting daripada kata-kata yang panjang. Perkataan tanpa perbuatan adalah omong kosong belaka. Meskipun secara lahiriah kita beribadah, tapi jika tidak mempunya hubungan yang benar dengan Kristus, tidak hidup dalam kerendahan hati dan kasih terhadap sesama, bersikap jahat dengan segala tipu muslihat seperti serigala yang buas, kita sama saja seperti pembuat kejahatan. Hiduplah seperti yang Tuhan inginkan. Tuhan Yesus menolong. Amin.