Gereja-gereja yang ada di GMIM sudah sadar akan pentingnya pembangunan infrastruktur, dan pemanfaatan tenaga dan daya sebagai pengembangan yang berdampak langsung pada sendi-sendi
pelayanan jemaat. Banyak kali anggota jemaat mengingat masa-masa pembangunan gedung gereja, gedung serbaguna, pastori dan lain-lain, pada ketua-ketua jemaat yang lalu-lalu, atau panitia-panitia pembangunan yang pernah berjibaku dengan pencarian dana dan sampai penyelesaian pembangunan tersebut. Tetapi banyak juga anggota jemaat yang skeptis, sering meragukan, mempertanyakan akan hasil kedepan dari setiap pembangunan, sehingga tidak mau ikut ambil bagian dari pembangunan ini. Padahal gereja sangat membutuhkan setiap bentuk bantuan untuk mencapai waktu penyelesaian pembangunan yang lebih cepat.
Gereja secara teoritis sering ditantang untuk lebih membangun gereja yang tidak kelihatan, lebih memperhatikan gereja yang tidak kelihatan, namun kadang gereja yang kelihatan kondisinya sudah memprihatinkan. Tentu setiap perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya ada begitu banyak tantangan, tak terkecuali dari pembacaan kita saat ini dari Kitab Zakharia 6:9-15. Zakharia (Tuhan telah mengingat) disebut putra Berekhya, putra Ido, adalah seorang imam dan juga nabi. Ia bersama Hagai mendorong umat untuk membangun kembali Bait Tuhan setelah dihancurkan Babel pada tahun 587s.M. Pembangunan bait Allah ini beberapa kali terhenti karena kurangnya sumber daya, dan kondisi umat Yahudi yang seperti terhimpit oleh kaum-kaum lain (seperti orang Samaria) yang juga berada dibawah kekuasaan Persia waktu itu.
Pada Ayat 9-10 Firman Tuhan kepada Zakharia untuk pergi ke rumah Yosia bin Zefanya dan mengumpulkan persembahan dari orang-orang yang pulang dari pembuangan Yaitu Heldai, Tobia dan Yedaya. Kondisi ekonomi dan sosial yang belum sepenuhnya pulih tentu sumberdaya untuk pembangunan pun sangat sulit untuk didapatkan. namun ada beberapa orang yang adalah orang buangan yang kembali dari Babel ke Yerusalem dan membawa persembahan ke rumah Allah. Tentu orang-orang Yahudi di Babel mendengar bahwa pembangunan bait Tuhan terhambat sehingga mereka berinisiatif untuk membawa persembahan.
Ayat 11-12, pembuatan mahkota dan penetapan imam besar Yosua bin Yozadak. Seorang yang bernama Tunas “ia akan bertunas dari tempatnya dan ia akan mendirikan bait TUHAN” Selain kondisi finansial yang terhalang, umat Tuhan saat itupun menghadapi masalah pada diri mereka sendiri, kelesuan dan kecewa karena lambatnya kemajuan pembangunan bait Allah. Harapan besar mereka tidak langsung terwujud. Juga dosa dan ketidaktaatan umat yang cenderung banyak terjadi selagi pembangunan. Munculah nubuatan mesianik ini, bahwa Mesias “Tunas” sejati akan mendirikan bait TUHAN. Zakharia ingin menunjukan bahwa pembangunan fisik harus disertai semangat mesianik pembangunan ini harus mengambil sosok pemimpin yang berkharisma mesianik. Tuhan mau menunjukan lewat nubuatan ini bahwa Tuhan sementara mempersiapkan pemimpin yang akan membangun bukan hanya sekedar fisik bait Allah, tetapi kerajaan Allah sepanjang zaman. Memakaikan mahkota raja kepada imam adalah sebuah tindakan simbolis untuk menyatakan penggabungan jabatan raja dan imam menjadi satu.
Ayat 13, Dan Mesias “tunas” itu akan memerintah di atas tahta-Nya. sebagai pemerintahan yang kekal dan selama-lamanya. Rancangan Allah adalah rancangan damai sejahtera, untuk menggenapinya, Allah mengangkat Anak TunggalNya menjadi raja dan juruselamat.
Ayat 14-15, Mahkota akan menjadi peringatan akan orang-orang yang sudah mau menyatakan pemberian persembahan sebagai bentuk solidaritas untuk membangun. Sebagai pengingat juga bagi orang-orang yang masih jauh, untuk turut membangun bait TUHAN. Itu menunjukan Gereja masa kini dengan segala kepelbagaian peningkatan pembangunan. Sebagai orang Kristen tentu pembangunan bait Allah, kita selalu kaitkan dengan pembangunan fisik gedung gereja dan segala infrastruktur di dalamnya, maka ada baiknya juga semangat pengerjaan harus tetap terarah pada semangat mesianik.
Sikap penuh dengan ketaatan dan kepatuhan kepada Allah harus kita perhatikan. Menaati dan mendengarkan arahan Tuhan. ketaatan menunjukan iman dan kepercayaan kita kepada Tuhan. sikap skeptis memang perlu agar saling mengawasi dalam pembangunan, akan tetapi jangan sampai sikap itu yang terlalu dominan sehingga pembangunan tidak berjalan dengan lancar. Mungkin ada jemaat yang dikecewakan oleh oknum-oknum yang menggunakan sumberdaya pembangunan untuk kepentingan pribadi, maka tak jarang jemaat jadi kurang memberi diri lagi dan tidak percaya kepada proses pembangunan gereja. Maka firman di saat ini mengajarkan juga bahwa semangat pembangunan harus dalam harapan pada janji TUHAN. sama halnya umat Israel yang memiliki semangat mesianik dalam pembangunan kita pun harus dibangun dalam pengharapan kepada Kristus yang memberikan kita kekuatan untuk terus maju. sulit sekali membangun kepercayaan di tengah jemaat apalagi kalau jemaat sudah pernah dikecewakan dalam masa pembangunan. Maka sekiranya ada panitia pembangunan, komisi pembangunan yang dipercayakan, haruslah mempertanggungjawabkannya dengan baik!
Hal yang tak kalah pentingnya juga adalah penghargaan bagi pelayan khusus, anggota jemaat, panitia dan juga mereka yang sudah dengan tulus ikhlas membantu, memberi sumberdaya, mencari dana, mengumpulkan kolekte, bahkan berbagai upaya juga dengan pemerintah, harus diapresiasi segala bentuk upaya dan keberanian dalam memajukan segala pembangunan yang ada. “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus
adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” Kolose 3:23-24. Amin!