Anak adalah anugerah terindah dalam kehidupan rumah tangga. Kehadiran anak-anak dalam keluarga, menjadi hal yang sangat didambakan oleh banyak keluarga. Tapi, memiliki anak bukanlah hal yang mudah, karena orang tua harus melaksanakan tanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangan anak secara jasmani maupun rohani. Pengamsal mengatakan “tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.” Amsal 29:15
Bagian teks Injil Lukas 2:41–52 juga menceritakan kisah orangtua (Maria dan Yusuf) yang mendidik Yesus, anak mereka, sehingga Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
Diawali dengan cerita tentang orang tua Yesus yang setiap tahun pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Ini jelas bukan Paskahnya orang Kristen yang menunjuk pada kebangkitan Yesus. Ini adalah Paskah Perjanjian Lama (Inggris: Passover), yaitu perayaan pembebasan bangsa Israel dari tanah Mesir dengan mengadakan upacara roti tak beragi. Perayaan ini adalah salah satu dari 3 hari raya di mana orang Yahudi harus pergi berbakti di Yerusalem, dan sebetulnya yang harus berbakti di Yerusalem hanyalah orang laki-laki saja (Kel 23:14-17), tetapi ternyata Maria juga ikut. Di sini menunjukkan kesalehannya di mana ia mau melakukan lebih banyak dari yang diperintahkan oleh Tuhan. Merayakan Paskah di Yerusalem merupakan hal yang cukup berat, karena mereka harus tinggal di Yerusalem selama 8 hari, yaitu 1 hari untuk Paskahnya di mana mereka menyembelih domba Paskah, dan 7 hari untuk merayakan hari raya roti tak beragi (Kel. 12:15 Im. 23:5-6).
Seorang anak laki-laki Yahudi dianggap dewasa apabila ia telah berusia dua belas tahun. Kemudian ia menjadi anak-anak Taurat dan harus melaksanakan semua ketetapan yang diwajibkan baginya. Oleh karena itu, pada umur dua belas tahun Yesus diajak orangtuanya menghadiri upacara perayaan Paskah untuk pertama kali. Pada saat meninggalkan Yerusalem, orang-orang Yahudi itu biasanya pulang beramai-ramai, sehingga Yusuf dan Maria bisa tidak mengetahui kalau Yesus tidak ada di antara mereka. Setelah tahu bahwa Yesus tidak ada bersama mereka, maka kembalilah Yusuf dan Maria untuk mencari Yesus dan menemukan Yesus di Bait Allah. Rasa khawatir yang luar biasa dan kemauan mencari dari Maria dan Yusuf ini adalah rasa tanggung jawab mereka sebagai orang tua yang sangat takut kehilangan putra mereka. Ketika sampai di sana, Yesus ternyata sedang ada dalam percakapan dengan para alim ulama yang rupanya adalah para ahli-ahli Taurat pada saat itu.
Dalam kisah ini, ditunjukkan bahwa sebagai anak-anak, Yesus mengalami pertumbuhan yang baik secara jasmani, pengetahuan, maupun rohani. Artinya peranan Maria dan Yusuf sebagai orang tua yang sangat memperhatikan pertumbuhan Yesus. Padahal tidak sedikit orang dewasa sering menempatkan anak-anak atau remaja di bagian belakang sampai mereka cukup tua untuk benar-benar melayani Tuhan. Kita perlu mengingat bagaimana Timotius yang diberi perintah-perintah firman oleh ibunya, bisa dibayangkan bagaimana ibu Timotius membacakan Kitab Suci dan menceritakan kisah-kisah Alkitab saat tumbuh-kembang Timotius. Ada sebuah Jurnal Teologi yang menuliskan bahwa anak-anak Yahudi harus belajar Taurat pada usia 5 tahun, belajar hukum Yahudi pada usia 10 tahun, dan belajar Talmud pada usia 13 tahun. Karena itu orang tua bertanggung jawab secara langsung untuk tahun-tahun pertama pertumbuhan anak. Dan salah satu cara yang terbaik untuk memulai perkembangan karakter itu adalah dengan Alkitab.
Oleh karena kekuatiran orang tua, Maria bertanya sambil menegur Yesus, Yesus menjawab: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidak-kah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?” Ini adalah kata-kata Yesus yang pertama yang dicatat dalam Kitab Suci. Dalam bahasa Yunaninya kata ‘house/ rumah’ itu sebetulnya tidak ada. Jadi terjemahan hurufiahnya hanyalah: I must be in my Father’s (= Aku harus ada dalam milik BapaKu). Kata-kata Yesus ini juga menunjukkan bahwa kewajiban terhadap Allah lebih besar dan harus lebih diutamakan dari pada kewajiban terhadap apapun. Dan sesuatu yang baik dari Maria di sini adalah: sekalipun ia tidak mengerti kata-kata Yesus, tetapi ia menyimpannya dalam hati! Jika dibandingkan dengan banyak orang kristen yang sekalipun mengerti Firman Tuhan, tetapi tidak menyimpannya dalam hati. Lalu mereka kembali ke Nazaret dan Yesus hidup dalam asuhan orang tuanya. Kata-kata ‘tetap hidup dalam asuhan mereka’ dalam terjemahan lain diartikan juga tunduk atau taat. Ini merupakan sesuatu yang harus diteladani: tunduk pada otoritas di atas kita seperti anak kepada orang tua, murid terhadap guru, rakyat kepada pemerintah, pegawai kepada pimpinan dan sebagainya.
Pesan apa yang mau diangkat dari kisah ini? Sebagaimana tema perenungan “Aku harus berada dalam rumah Bapa” menunjuk tentang keilahian-Nya, bahwa Dia benar-benar Allah yang datang ke dunia untuk menjumpai manusia yang berdosa dan menyelamatkan kita. Yesus adalah benar-benar Allah, Dialah yang Mahakuasa, Dialah yang layak menerima segala pujian. Artinya bahwa di dunia ini, tidak ada satupun kuasa yang dapat dibandingkan dengan-Nya. Yesus yang Ilahi harus mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan layaknya manusia, dan Yesus taat sampai mati untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, sehingga menjadi berita Injil untuk diberitakan.
Selanjutnya melalui kisah ini juga kita merenungkan keteladanan Maria dan Yusuf sebagai orangtua dalam melaksanakan tanggung jawab dalam pertumbuhan jasmani dan rohani anak-anak. Masa kini tidak sedikit kita melihat orang tua yang tidak peduli dengan anak-anak bahkan menganggap remeh mereka hanya karena kita lebih dewasa secara usia. Bahkan ada orangtua yang sengaja tidak mau membawa anak-anak mereka untuk beribadah hanya karena anak-anak tidak betah untuk duduk diam atau maunya jalan-jalan dan bermain. Padahal begitu pentingnya membuat anak-anak tahu apa itu ibadah dan mencintai suasana beribadah. Jangan sampai akhirnya dunia lebih dulu menawarkan dan memperkenalkan tempat-tempat terlarang yang menjerumuskan. Belajar dari Maria dan Yusuf yang benar-benar melaksanakan tanggung jawab iman mereka, mengajarkan dan memberi pemahaman tentang firman sehingga Yesus tumbuh menjadi anak yang mengerti firman bahkan mau terus belajar firman.
Sayang sekali di era sekarang ini, tidak sedikit anak-anak yang lebih tertarik main game atau menonton daripada membaca Alkitab. Anak-anak bisa menjelaskan dengan terperinci nama-nama pemain club sepakbola yang diidolakan atau nama-nama personil boyband dan girlband Korea, bisa menceritakan kembali banyaknya episode kisah film yang ditonton, tapi menyebutkan nama murid-murid Yesus tidak bisa, menjelaskan cerita-cerita di dalam Alkitab tidak bisa. Menghafal lagu dan gerakan yang viral di tiktok terlihat jago sekali tapi gerak dan lagu anak sekolah minggu tidak dikuasai dengan baik. Kita tidak bisa langsung menyalahkan anak-anak kita, karena perilaku anak tergantung dari didikan dan pengajaran orangtua. Artinya orangtua memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter anak.
Oleh karena itu, marilah kita saling mengingatkan, kita meneladani Maria dan Yusuf yang telah menjadi orangtua bertanggungjawab terhadap anak, tapi juga meneladani Yesus yang mau diajar, dibimbing dan dibentuk sehingga menghasilkan karakter Yesus yang taat dan patuh kepada orangtua bahkan taat sampai mati dalam menyelesaikan misi Allah di tengah dunia untuk menyelamatkan manusia yang berdosa. Tuhan Yesus menolong kita semua. AMIN