Ada lagu sekolah minggu yang liriknya seperti ini: “ bohong, bohong, bohong itu dosa, Bohong, bohong, bohong itu dosa, Bohong, bohong, bohong itu dosa,Anak Tuhan tak boleh bohong”. Lagu ini adalah bentuk pengajaran kepada anak-anak dan setiap kita sebagai anak Tuhan agar tidak berbohong/berdusta karena berbohong/berdusta adalah melanggar perintah Tuhan dan hal itu mendatangkan dosa ingat Firman Tuhan tentang hal ini (Keluaran 20:16, Imaamat 19:11, Efesus 4:25). Selain itu berbohong atau berdusta sama dengan tindakan manipulasi (memanfaatkan, menipu, demi memperoleh keuntungan pribadi) yang hanya akan mendatangkan hukuman. Tuhan. Hal inilah yang disaksikan dalam bacaan Firman Tuhan saat ini yang memperlihatkan bagaimana Ananias dan Safira dihukum karena berdusta.
Dalam Kisah Para Rasul 5:1-11 ini mengisahkan tentang pasangan suami istri yang sebenarnya adalah suami istri yang baik, Nama Ananias artinya God is Gracious/Allah adalah pemurah dan Safira artinya beutyfull/cantik. Pasangan suami istri ini awalnya ada keinginan untuk menopang persekutuan jemaat mula-mula dengan memberi persembahan dengan menjual harta milik demi kepentingan jemaat. Sebab demikianlah cara hidup jemaat mula-mula yang dengan rela hati selalu berbagi dengan orang lain sehingga ‘tidak ada seorang pun dari mereka yang berkekurangan’ (Pasal 4:34). Maka, seperti Barnabas yang karena digerakkan oleh Roh Kudus menjual harta miliknya dan menyerahkan uangnya kepada jemaat (Pasal 4:36-37).
Ananias dan Safira juga melakukan hal yang sama tetapi tidak memiliki Roh Kudus dalam hati mereka. Karena ternyata motivasi mereka memberi karena ingin mendapatkan pujian dan penghargaan manusia tanpa memiliki niat yang tulus serta memperoleh untuk keuntungan.
Ayat 1-2 Dikatakan Ananias menahan sebagian dari hasil penjualan itu dengan sepengetahuan Safira istrinya. Kata ‘menahan’ (nosphizo) bermakna: Secara tidak jujur mengambil sesuatu (uang, dsb) untuk kepentingan diri sendiri. Sehingga pemberian Ananias dan Safira lahir dari keinginan egois untuk mengambil dan ini adalah kebohongan. Dosa kebohongan yang merusak persekutuan umat Allah (Koinonia).
Ayat 3-10, Ananias dan Safira jelas bersepakat berusaha untuk menyembunyikan kebenaran dengan berdusta perihal hasil penjualan tanah itu saat ditanyai Rasul Petrus yang dipenuhi kuasa Roh Kudus sehingga dapat mengetahui kejahatan hati Ananias dan juga Safira, bahkan Rasul Petrus berkata: mengapa hatimu dikuasai iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus? Dan sebagai akibat mendustai Allah keduanya baik Ananias maupun Safira yang tidak jujur dan tulus dihukum saat itu juga dengan kematian.
Ayat 11, Peristiwa kematian Ananias dan Safira ini mendatangkan rasa hormat dan takut yang luar biasa dari jemaat kepada Allah. Peristiwa ini juga mempunyai pengaruh memurnikan persekutuan agar tidak melakuan tindakan manipulatif.
Saat membaca dan merenungkan kisah Ananias dan Safira ini maka kita sepakat untuk mengatakan bahwa ini adalah kisah yang tragis yang tentunya mengingatkan, menyadarkan dan mengajarkan kepada kita, bahwa:
- Allah kita adalah Allah yang berkuasa dan berdaulat mutlak atas umat-Nya. Ia adalah Allah pengasih yang mengasihi dengam kasih yang kekal tetapi juga adalah Allah yang Adil yang tak sekalipun membebaskan orang yang bersalah dari hukuman. Allah yang Maha Tahu setiap hati dan hidup manusia ciptaan-Nya. Karena itu jangan coba-coba untuk berdusta terlebih di hadapan Tuhan. Lihatlah akhir hidup Ananias dan Safira yang yang mangalami hukuman dan bertobatlah sebab selalu Allah memberikan kesempatan untuk pertobatan. Jika Ananias dan Safira segera bertobat dan mengakui kesalahannya, mungkin Allah akan memberikan pengampunan. Ini mengajarkan kita bahwa Tuhan mengasihi kita dan selalu memberikan peluang untuk kembali kepada-Nya.
- Mencari pujian manusia adalah hal yang kosong dan hampa. Inilah yang membuat orang berani berbuat dosa asal tetap terlihat baik di depan manusia. Mau berbuat dosa dan kejahatan? Silakan asal tidak ketahuan. Mau berdusta? Silakan asal tidak ketahuan. Ananias dan Safira berani menipu Tuhan karena mereka mau diakui dan dikagumi manusia. Tetapi pada akhirnya Tuhanlah yang menjadi hakim atas segala sesuatu. Jika Tuhan yang menghakimi segala sesuatu, bukankah kita seharusnya mempunyai perasaan takut kepada-Nya? Biarlah kita selalu mengingatkan diri kita semua bahwa ada Tuhan yang melihat dan menghakimi setiap tindakan kita.
- Betapa pentingnya ketulusan dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Ananias dan Safira ingin terlihat baik di mata orang lain, tetapi Tuhan melihat hati mereka. Allah tidak hanya peduli dengan tindakan fisik kita, tetapi juga niat di balik tindakan tersebut.
Selain itu, kisah ini mengingatkan kita tentang bahaya kepalsuan dalam hidup beriman kita. Mengaku beriman tetapi berperilaku tidak jujur dan ketulusan adalah bentuk kepalsuan yang tidak Tuhan kenan. Allah menghargai ketulusan dan kejujuran yang lahir dari hati yang rendah. Karena itu milikilah ketulusan dalam hidup ini di keluarga, jemaat dan masyarakat. Karena Allah ingin kita hidup sebagai saksi yang konsisten dengan nilai-nilai-Nya. Kita harus membangun fondasi iman yang kokoh, berdasarkan kebenaran dan kejujuran. Seperti yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Markus 10:45, ingatlah, Ketulusan Tuhan Yesus itu memberikan kasih karunia yang berlimpah bagi mereka yang percaya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin.