DODOKUGMIM. Saudara-saudaraku yang dikasihi Tuhan…
Semua orang pasti ingin selalu hidup dalam kebenaran, karena orang yang hidup benar pasti melakukan hal yang baik yang tentu membawa pengaruh yang baik pula dalam hidup bersama, berbeda dengan dusta. Dusta berarti mengingkari kebenaran yang ada. Tidak ada orang yang ingin didustai, sekalipun berdalih berdusta untuk kebaikan, tetapi dusta tetaplah dusta sampai kapanpun tetaplah suatu kesalahan yang bisa menyakiti orang lain yang bisa berujung pada kehancuran yang bukan hanya dapat merugikan diri sendiri tetapi juga mereka yang ada disekitar kita. Dusta atau kebohongan berdampak tidak baik dalam hidup dan tentu tidak membangun hidup bersama tetapi justru sebaliknya. Kebenaran dan dusta adalah dua hal yang sangat bertolakbelakang. Namun umat Tuhan harus hidup dalam kebenaran sehingga persekutuan hidup jemaat bertumbuh dan terbangun dengan baik.
Kisah Para Rasul adalah bagian kedua dari penulis Injil Lukas. Dalam Injil Lukas ia sudah menulis segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus sampai hari Ia terangkat”(kis.1:1-2). Sebelum terangkat ke sorga Ia telah memerintahkan para muridNya, “Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan smapai ke ujung bumi.”Lalu Ia menjanjikan Roh Kudus yang akan memberi kuasa kepada semua muridNya. Kisah Para Rasul menunjukkan bagaimana perbuatan-perbuatan Allah yang besar dalam Yesus Kristus dengan kuasa Roh Kudus yang berkarya bagi para Rasul dalam menyebarkan Injil, dan juga peranan Roh Kudus di dalam kehidupan jemaat mula-mula.
Kisah Para Rasul 5:1-11 menceritakan kisah Ananias dan Safira mereka adalah bagian dari jemaat mula-mula. Pasal ini berkaitan dengan pasal sebelumnya Kisah Para Rasul 4:32-37 yang menceritakan cara hidup jemaat mula-mula, bahwa jemaat hidup dengan penuh kasih saling membangun sebagai tubuh Kristus. Mereka hidup tanpa kekurangan sebab yang ada pada mereka menjadi milik bersama. Mereka menjual segala kepunyaan untuk di bawa dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul dan kemudian dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya sehingga ”… tidak ada seorangpun yang berkekurangan,” (Kis.4:36a). bahkan ada seorang yang bernama Yusuf dan oleh para rasul memanggilnya Barnabas, orang Lewi dari Siprus membawa persembahan dengan jumlah yang sangat besar dan tentu itu sangat berarti dalam hidup bersama bagi orang yang membutuhkan.
Ananias dan Safira didorong oleh rasa kebersamaan itu sehingga mereka juga menjual sebidang tanah untuk di bawa kehadapan rasul-rasul. Alangkah indahnya jika suami istri bekerja sama dalam perbuatan baik, namun sayangnya Ananias dan Safira bersekongkol dalam kejahatan, bersekongkol dalam dusta. Motivasi yang baik berganti dengan sebuah kesepakatan suami istri bukan pada sesuatu hal yang baik tetapi justru pada dusta yang terencana. Menganggap bahwa tindakan mereka dapat dibenarkan dengan sebuah kebohongan atau dusta yang dibungkus dengan sebuah tindakan yang terlihat baik. Mereka membawa hasil penjualan tanah tetapi mereka menahan sebagian. Mereka tidak jujur dihadapan Tuhan.
Rasul Petrus yang dipenuhi kuasa Roh Kudus mengetahui kejahatan hati Ananias dan juga Safira, bahkan Rasul Petrus berkata:… mengapa hatimu dikuasai iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus … ? (Kis. 5:3) Rasul Petrus menegaskan bahwa pemberian segala kepunyaan menjadi milik bersama bukanlah suatu tuntutan keharusan, bukan pula merupakan tekanan bagi jemaat. Lebih baik mereka tidak menjual tanahnya sama sekali daripada menjual untuk menahan sebagian, lebih baik tidak usah memberi jika pemberian itu bukan didasarkan pada ketulusan melainkan untuk mendapat pujian.
Ananias dan Safira melakukan suatu tindakan yang salah bahkan fatal, bukan dari jumlah pemberian mereka, bukan dari segi kuantitas tetapi mereka tidak menjalankan komitmen iman, mereka telah berdusta, bukan hanya mendustai manusia tetapi seperti yang Rasul Petrus katakan ‘…engkau mendustai Allah.” (Kis.5:4). Seketika itu rebahlah Ananias dan putuslah nyawanya dan tiga jam kemudian hal yang sama terjadi juga pada istrinya. Kedua-duanya kehilangan nyawa atas suatu kesepakatan dusta yang berujung pada kematian.
Memang ketika membaca bagian ini mungkin kita berpikir sungguh tragis apa yang dialami oleh Ananias dan Safira, namun perbuatan mereka telah menodai persekutuan jemaat Tuhan yang sedang bertumbuh dengan kesaksian dengan pemberitaan para Rasul tetapi juga karena karya Roh Kudus, mereka telah mendustai Roh Kudus mereka telah mendustai Allah, mereka menyalahgunakan kesempatan untuk mendapat pujian bagi diri mereka sendiri. Dalam pandangan manusia mereka berusaha terlihat baik bahkan menunjukkan pola hidup yang benar, dusta yang disembunyikan dibalik suatu tindakan yang terlihat benar tetapi didalam Tuhan tidak ada yang tersembunyi, Tuhan tidak dapat di dustai, dihadapan Tuhan semua terlihat dengan begitu jelas. Kita bisa menutupi segala sesuatu dihadapan manusia namun tidak di hadapan Tuhan, bahkan Dia sendiri tahu dan mengenal kehidupan kita.
Kisah Ananias dan Safira tentu memberikan pelajaran yang berharga bagi kita, mengingatkan kita untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mendustai Allah. Apa yang dialami oleh Ananias dan Safira menunjukkan bahwa Allah melakukan keadilanNya dengan menghukum mereka yang berbuat pelanggaran, tidak ada kompromi dengan dusta dengan dosa. Penghukuman yang Tuhan berikan menjadi peringatan bahwa Tuhan memandang tinggi kekudusanNya. Tidak seorangpun boleh mempermainkanNya. Tuhan Allah berdaulat atas kehidupan, Ia adalah Allah yang penuh kasih karunia tetapi juga Ia menghukum yang bersalah.
Rasul Petrus yang dipenuhi kuasa Roh Kudus menegur Ananias dan Safira dengan tegas yang dimasa kini mungkin tidak ditemukan lagi sosok seperti Rasul Petrus, namun sebagai umat Tuhan kita membuka diri untuk terus mau di tegur dengan kebenaran firman Tuhan dan hidup didalamNya.
Ananias dan Safira sudah mendengar firman tetapi mengabaikannya, mereka mendengar Injil yang adalah kebenaran namun mereka tidak hidup benar, mereka merasakan berkat Tuhan tetapi mereka hidup dalam kepalsuan, mereka hidup bersama dalam kasih dengan jemaat tetapi mereka ingin diunggulkan mencari hormat, tidak memberi dalam kerelaan dan ketulusan.
Dimasa sekarang ini kita mengakui bahwa seringkali kita diperhadapkan dengan berbagai godaan dan cobaan, kadang kala mungkin suatu persekongkolan untuk suatu yang tidak baik maka hal itu jangan dilakukan. Apalagi dalam kehidupan sebagai keluarga, dalam hidup suami istri seharusnya menyusun rencana-rencana yang baik untuk keluarga bukan sesuatu yang pada akhirnya berakibat pada kerugian bukan hanya pribadi tetapi juga berdampak pada keluarga atau yang ada di sekitar kita. Sebagai jemaatNya, sebagai gereja kita harus hidup dalam komitmen iman dalam mempersembahkan bentuk ucapan syukur kita kepada Tuhan jangan setengah hati apalagi hanya untuk supaya orang lain melihat, hanya supaya orang lain tahu bahwa kita sudah memberi banyak itu berarti tidak ada kerelaan tidak ada ketulusan apalagi kejujuran.
Hal yang terlihat benar tetapi belum tentu benar ketika itu bertentangan dengan kehendakNya, melainkan menjadi dusta, dusta atau kebohongan mungkin dapat di bungkus dan tersembunyi dengan perbuatan yang terlihat benar, itu adalah suatu kesalahan besar tetapi untuk suatu kebenaran adalah hal besar tidak seorangpun dapat memungkirinya. Kebenaran tetaplah kebenaran yang tidak dapat dikalahkan oleh kebohongan atau dusta. Kebenaran versus dusta, tentu saja dusta tidak dapat mengalahkan kebenaran.
Jangan berdusta hanya untuk menjadikan kita terlihat baik karena berdusta hanya akan membuat kita justru menjadi sengsara bahkan tidak nyaman dengan keadaan. Hiduplah dalam kebenaran yang menuntun kita pada hidup yang sesungguhnya yaitu hidup di dalam Tuhan. Jangan biarkan iblis menguasai hati tetapi biarkan Roh Kudus yang berkuasa menuntun kita dalam kebenaran untuk hidup dalam persekutuan jemaat Tuhan, sehati, sejiwa dalam kasih Kristus, Dialah jalan kebenaran dan hidup. Amin