Jemaat yang dikasihi dan diberkati oleh Tuhan kita Yesus Kristus, dalam hidup ini kita pasti telah banyak kali mendengar kata “komitmen”, sehingga kata ini tidak lagi terdengar asing bagi kita. Sering kali pula kita mendengar bahwa kita dituntut untuk memiliki komitmen. Biasanya komitmen yang ada diantaranya adalah komitmen terhadap diri sendiri atau orang lain, komitmen terhadap pekerjaan maupun pendidikan, bahkan terutama memiliki komitmen terhadap Tuhan. Namun, apa itu komitmen ? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian komitmen adalah perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu. Selain itu, secara sederhana komitmen dapat dipahami sebagai upaya untuk berpegang teguh pada keputusan atau janji pada diri sendiri atau orang lain yang terwujud lewat tindakan. Maka benarlah ungkapan yang mengatakan “Komitmen seseorang terbukti bukan dari kata-kata, tetapi dari aksi nyata”. Demikian pula dalam hidup kita sebagai orang percaya, komitmen iman kita harus dapat dibuktikan lewat perbuatan kita sehari-hari, sebagaimana yang tertulis dalam Yakobus 2:17 “Demikian juga halnya dengan Iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.”
Biasanya ada beberapa alasan mengapa seseorang berani untuk mulai berkomitmen. Alasan-alasan itu diantaranya adalah rasa tanggung jawab akan diri sendiri atau orang lain, perasaan termotivasi, munculnya keinginan atau kemauan yang kuat dan lain sebagainya. Namun, lewat pembacaan Alkitab yang terdapat dalam Rut 1:1-22 kita bisa melihat bagaimana komitmen Rut sebagai seorang menantu ternyata muncul ketika dia sementara merasakan penderitaan dan kepahitan bersama dengan mertuanya yaitu Naomi. Yang lebih menakjubkan lagi dari Rut adalah ketika dia mau berkomitmen untuk mengikuti Allah sekalipun dia berasal dari bangsa yang tidak mengenal Allah. Dengan demikian, komitmen untuk mengikut Allah bisa dilakukan oleh siapa saja yang mau percaya kepada-Nya. Oleh karena itu, di minggu ini tema perenungan kita sebagai warga GMIM ialah “Komitmen Perempuan Asing Mengikuti Allah”.
Saudara-saudara, kitab Rut merupakan salah satu kitab Perjanjian Lama yang digolongkan sebagai kitab sejarah. Kisah dalam kitab ini terjadi pada masa pemerintahan hakim-hakim (sekitar tahun 1375-1050 SM) sebagaimana yang dijelaskan pada Rut 1:1 mengenai latar waktu dan peristiwa di kitab ini. Kitab Rut dinamakan berdasarkan nama tokoh sentral yang ada di kitab ini, yaitu Rut. Kitab Rut mau menunjukkan dan menjelaskan bukti bahwa Allah adalah setia dan adil yang menunjukkan keadilan dan kesetiannya kepada umat-Nya (bangsa Israel) maupun kepada orang-orang yang mau percaya kepada-Nya. Hal lain yang mau ditampilkan adalah tentang pemeliharaan Allah yang sempurna dalam kehidupan orang percaya. Hal yang terakhir dan tidak kalah penting adalah kitab ini mau menjelaskan mengenai silsilah raja Daud yang juga merupakan nenek moyang dari Yesus Kristus.
Kisah pada kitab Rut pasal 1 diawali dengan penjelasan pada ayat pertama dan kedua yang menceritakan bahwa pada masa pemerintahan para hakim terjadi suatu bencana kelaparan yang menimpa bangsa Israel, sehingga ada satu keluarga yang mengadakan perjalanan dari Betlehem-Yehuda untuk menuju dan menetap di Moab, sebuah daerah dataran tinggi yang terdapat di sebelah timur Laut Mati yang berjarak sekitar 80-100 KM dari Betlehem, dengan tujuan untuk menghindari kelaparan tersebut. Keluarga ini terdiri dari Elimelekh (artinya: Allah adalah Raja) sebagai kepala keluarga, bersama isterinya yaitu Naomi (artinya: menyenangkan) dan kedua anak lelaki mereka yaitu Mahlon dan Kilyon. Kemudian kepedihan menimpa hidup Naomi dan keluarganya ketika Elimelekh mati di tanah Moab (1:3) sehingga menjadikan Naomi sebagai seorang janda. Setelah itu, anak-anak Naomi mengambil perempuan-perempuan Moab sebagai isteri mereka : Mahlon mengambil Orpa sebagai isterinya, sedangkan Kilyon mengambil Rut sebagai isterinya, dan mereka tinggal di Moab kira-kira sepuluh tahun. Kemudian meninggal pula Mahlon dan Kilyon (1:5) sehingga yang tersisa dari keluarga tersebut adalah Naomi dan kedua menantunya yaitu Orpa dan Rut yang kini semuanya berstatus sebagai janda. Karena hal ini, mereka pun berkemas untuk kembali ke Betlehem.
Suatu kejadian menarik terjadi ketika Naomi dan dua menantunya sementara berada di jalan untuk kembali ke Betlehem. Tiba-tiba Naomi berkata kepada kedua menantunya untuk pulang ke rumah mereka masing-masing untuk melanjutkan kehidupan mereka. Hal ini dilakukan Naomi dengan perasaan kasih yang tulus kepada para menantunya, yang terbukti ketika dia turut memberikan restu dan berkat kepada kedua menantunya tersebut serta mencium mereka (1:8-9). Namun, ternyata Orpa dan Rut menunjukkan penolakan atas permintaan Naomi dengan berkata “Tidak, kami ikut dengan engkau pulang kepada bangsamu” (1:10). Tetapi Naomi kembali lagi meyakinkan mereka untuk pergi dengan menjelaskan bahwa dia tidak bisa lagi memberikan apa-apa kepada mereka. Naomi berkata bahwa ia tidak bisa lagi melahirkan anak-anak untuk dijadikan suami mereka nanti, kalaupun seandainya ia hendak bersuami kembali dan masih dapat melahirkan anak laki-laki, maka akan terlalu lama waktu yang dibutuhkan jika mereka harus menunggu anak tersebut untuk tumbuh besar. Naomi menyadari bahwa ia mengalami kepahitan dalam hidupnya, sehingga karena kasihnya ia tidak mau para menantunya turut merasakan kepahitan lebih lama lagi. Setelah itu, Orpa berhasil dibujuk oleh Naomi sehingga ia pamit dan kembali ke bangsanya. Akan tetapi, Rut tetap bersikeras untuk mengikuti Naomi dan berpaut (melekat) padanya. Sekali lagi Naomi mencoba untuk meyakinkan Rut untuk mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Orpa, namun ternyata yang dilakukan oleh Rut adalah sesuatu yang luar biasa. Di dalam ayat 16-17, Rut menyatakan komitmennya. Pertama, Rut mau mengambil komitmen untuk mengikut Naomi dengan setia kemanapun dia pergi. Kedua, Rut menyatakan komitmennya untuk menjadi bangsa Israel dengan mengatakan “bangsamulah bangsaku”, yang menjadi penanda bahwa ia tidak akan kembali lagi ke Moab setelah dia mengikuti Naomi. Ketiga, komitmen terbesar yang diambil Rut adalah ketika dia mengatakan “Allahmulah Allahku” yang menunjukkan bahwa dia siap untuk menjadi umat Allah yang setia sebagaimana mertuanya yaitu Naomi. Tidak hanya sampai di situ, tetapi kesetiaannya kepada Naomi juga turut dinyatakan ketika dia berkata bahwa yang dapat memisahkan dia dari mertuanya hanyalah maut. Pada akhirnya, Naomi berhenti untuk membujuk Rut dan mereka berdua melanjutkan perjalanan ke Betlehem.
Pada ayat 19, menjelaskan bahwa terjadi kegemparan ketika mereka berdua tiba di Betlehem. Orang-orang bertanya dengan heran apakah itu adalah Naomi, karena keadaan waktu dia pergi meninggalkan Betlehem jauh berbeda ketika ia kembali ke sana. Sebelumnya, Naomi pergi meninggalkan Betlehem bersama suami dan kedua anak lelakinya akan tetapi dia kembali hanya dengan Rut menantunya yang bersama-sama telah berstatus sebagai janda. Menyadari hal ini, Naomi pun menanggapi mereka dengan mengatakan bahwa jangan lagi memanggil dia dengan nama Naomi (menyenangkan) tetapi panggil dia dengan sebutan Mara (artinya: pahit) karena dia merasa bahwa Allah telah mendatangkan banyak kepahitan kepadanya (1:20). Naomi hanya bisa meratapi nasibnya dan mengeluh atas nasibnya yang dirasakan begitu malang dan pahit. Sehingga demikianlah Naomi dan Rut tiba di Betlehem dan melanjutkan kehidupan mereka di sana, bertepatan dengan permulaan musim menuai jelai yang juga menjadi bukti pemeliharaan Allah kepada Naomi dan Rut.
Saudara-saudara yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus, lewat pembacaan Alkitab dalam Rut 1:1-22 ini ada beberapa hal yang dapat kita pelajari tentang komitmen.
Pertama, Rut berani berkomitmen ketika diperhadapkan dengan situasi yang sulit dan pahit dalam hidupnya. Pada umumnya orang-orang akan goyah terhadap komitmen yang dimiliki ketika mulai mengalami situasi yang berat dan penuh tantangan. Ada banyak orang yang menganggap bahwa melanggar komitmen yang dimiliki ketika sesuatu tidak berjalan dengan baik di dalam kehidupan adalah sesuatu yang dapat dikompromi. Ada orang yang menggunakan masalah sebagai alasan melanggar komitmennya terhadap Tuhan.“Yah salah-salah katu, suka mo beking tu apa kita ada janji dulu for mo maso-maso ibadah mar napa kwa sementara ada pergumulan jadi biarjo dulu for skarang kita nda mo pigi ibadah karna tu hati sementara nda tenang”. Hal yang miris adalah ketika kita mau berkomitmen kepada Tuhan ketika merasa bersukacita tetapi dengan mudah mengabaikan komitmen ketika pergumulan melanda kehidupan, padahal tantangan, rintangan dan pergumulan yang hadir dalam hidup ini merupakan kesempatan terpenting bagi kita untuk membuktikan seberapa besar komitmen kita kepada Tuhan. Rut tidak meninggalkan komitmennya ketika kepahitan melanda hidupnya, malahan ketika pergumulan itu datang maka pada saat itulah dia mau berkomitmen kepada Tuhan.
Kedua, jika kita bercerita tentang Rut, narasi yang biasanya terlintas di benak kita adalah kisah tentangnya dan juga Boas, sebagaimana yang dapat kita baca dalam Rut pasal 2-4. Tetapi ternyata kekaguman Boas kepada Rut muncul ketika dia mendengar tentang komitmen dan ketaatan Rut, sehingga Boas menghiburkan hati Rut dan mengucapkan perkataan berkat kepadanya (Rut 2:11-12). Komitmen Rut yang diucapkan kepada Naomi pada ayat ke-16 sampai 17 bacaan ini ternyata tidak hanyalah sekedar kata-kata yang disampaikan untuk menghibur Naomi ataupun perkataan yang hanya lalu begitu saja. Rut mau berkomitmen dan mau konsisten atas hal tersebut, sehingga dia pun turut merasakan perlindungan, pertolongan dan belas kasih Tuhan dalam kehidupannya. Rut bukan hanya pribadi yang mau berkomitmen, tetapi juga pribadi yang mau konsisten dengan komitmennya.
Ketiga, selain dari Rut ada hal penting yang juga dapat kita pelajari dari mertuanya yaitu Naomi. Pengenalan Rut akan Allah dan bangsa Israel muncul dari Naomi dan keluarganya yang berasal dari Betlehem-Yehuda. Naomi menjadi pribadi yang menyatakan kasih Allah dalam kehidupan keluarganya, terutama kepada para menantunya yaitu Orpa dan Rut. Kasih Naomi kepada mereka terbukti secara nyata ketika dia menyuruh mereka kembali ke bangsa mereka dan melanjutkan kehidupan mereka sendiri. Naomi menghendaki terjadi perpisahan diantara dia dan para menantunya bukan didasarkan kepada rasa benci ataupun amarah kepada mereka, akan tetapi karena dia merasakan bahwa cukuplah dia sendiri yang merasakan kepahitan sehingga para menantunya tidak akan lagi menanggung beban yang berat jika mereka terus bersama dengan Naomi. Namun, hal yang luar biasa adalah ketika penyataan kasih Naomi kepada menantunya menghasilkan suatu sikap yang luar biasa dari Rut ketika dia mau mengambil komitmen untuk hidup mengikuti Naomi, meninggalkan bangsanya dan meninggalkan allahnya untuk mengikuti Allah dari Naomi mertuanya, yaitu Allah umat Israel. Sehingga dari hal ini kita dapat belajar bersama bahwa sikap kita sebagai orang percaya, dapat juga mendorong orang lain untuk mengambil komitmen untuk percaya dan mengikuti Tuhan Allah. Hal ini selaras dengan perkataan Yesus dalam Matius 5:16 “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Jemaat yang dikasihi dan diberkati oleh Tuhan, Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) merupakan Gereja yang proaktif mewartakan Injil untuk membawa jemaat pada pengenalan dan pengabdian kepada Allah melalui Gereja-Nya. Salah satu metode paling efektif adalah lewat pelayanan yang terstruktur dan tersistematis lewat Komisi Pelayanan BIPRA serta Kelompok Pelayanan Lansia. Firman Tuhan diajarkan sejak anak-anak lewat Komisi Pelayanan Anak (Sekolah Minggu) yang kemudian berlanjut ke Remaja, Pemuda, Pria/Kaum Bapa dan Wanita/Kaum Ibu bahkan sampai pada para Lanjut usia. Dengan demikian, GMIM terus berusaha menjadikan seluruh jemaat sebagai pribadi yang mengenal Allah. Namun, sebagai orang-orang yang telah mengenal Allah, seberapa banyak dari kita yang mau untuk memiliki komitmen kepada Allah untuk mengikuti-Nya secara sungguh ? Kemudian seberapa banyak dari kita yang mau terus konsisten mengerjakan komitmen kita kepada Allah dan komitmen kita lainnya dalam kehidupan pribadi dan keluarga ? Mari belajar dari Rut yang sekalipun berasal dari bangsa yang tidak mengenal Allah tetapi ia berani untuk mengambil komitmen untuk mengikuti Allah bahkan setia terhadap komitmennya tersebut. Oleh karena itu, marilah kita menjadi pribadi-pribadi yang berani untuk memiliki komitmen kepada Tuhan Allah, kemudian berani untuk taat dan konsisten pada komitmen yang ada, serta berani untuk hidup dalam terang kasih Kristus agar dapat memotivasi orang lain untuk berkomitmen mengikuti Tuhan Allah.
Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.