“Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang.” Ini adalah penggalan lirik lagu yang dilantunkan oleh Ebiet G. Ade, yang sering digemakan di televisi saat melaporkan peristiwa bencana. Kita sadar bahwa terkadang bencana Tuhan izinkan terjadi sebagai cara menegur atau menghukum manusia di bumi yang terus berbuat dosa termasuk karena hawa nafsu dengan segala usaha mengeruk keuntungan menghalalkan segala cara tanpa memikirkan akibat buruk yang dapat terjadi dalam hubungan dengan alam atau sesama ciptaan.
Kisah ‘Air bah’ adalah bukti Allah tidak membiarkan manusia terus ada dalam kecenderungan membuahkan kejahatan, menjalani hidup yang rusak dan perbuatan yang telah melampaui batas-batas tatanan yang diciptakan Allah. Dalam Kej 6 kita memperoleh informasi bahwa Allah memutuskan untuk menghapuskan makhluk hidup yang diciptakan-Nya di bumi, kecuali Nuh karena dalam pandangan Allah, ia hidup bergaul dengan Allah, seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya. Sehingga Nuh mendapatkan kemurahan hati dan belas kasih Allah. Bahkan karena Nuh, isteri, 3 orang anaknya, 3 anak mantunya serta sejumlah jenis burung, hewan juga binatang melata diluputkan dari pemusnahan yang direncanakan Allah dengan petunjuk-Nya sendiri membuat sebuah bahtera agar nantinya memulai sebuah kehidupan yang baru usai peristiwa ‘Air bah’ yang atas kuasa Allah terjadi.
Bila kita sering mendengar berita atau pernah mengalami bencana banjir, biasanya penyebab utamanya karena curah hujan yang tinggi atau karena air laut yang pasang atau pengaliran air keluar yang sempit/ terhambat. Dan biasanya hanya terjadi di satu desa/ kelurahan, kecamatan atau beberapa titik di wilayah kabupaten/ kota, kemudian surut dalam beberapa jam atau yang pernah terjadi di Jakarta sampai 4-6 hari. Peristiwa ‘Air bah’ bukan hanya berdampak pada satu titik/ daerah, bukan hanya 1 hari atau 1 minggu, tapi ketika Allah membuat segala mata air di samudra dalam pecah dengan dahsyat dan tingkap-tingkap langit dibuka Allah lalu turun hujan lebat atas bumi selama empat puluh hari empat puluh malam, maka ‘Air bah’ menutupi seluruh permukaan bumi termasuk gunung bahkan diperkirakan 6-7 meter di atas puncak tertinggi yang ada di bumi.
Setelah kira-kira mengapung selama 150 hari di atas air, Nuh melepaskan burung gagak kemudian burung merpati. Sampai kemudian seekor burung Merpati datang kembali membawa daun Zaitun dan itu menunjukkan bahwa sudah ada dataran kering. Kemudian bahtera ini berhenti di atas pegunungan Ararat (sekarang diperkirakan merupakan pegunungan api tertinggi di Turki). Atas petunjuk Allah, semua yang ada di bahtera diperbolehkan untuk keluar, yang dilakukan pertama kali adalah mendirikan mezbah bagi Tuhan dan memberikan persembahan, sebagai penyataan pujian dan syukur yang mendalam kepada Allah yang berbelas kasihan, menyelamatkan dan menuntun. Dan Allah senang dengan yang dilakukan Nuh itu.
Jika kita melihat kesatuan kisah mulai dari Kej 6 sampai bacaan Alkitab sepanjang minggu ini Kej 8:1-22 kita akan semakin mengenal sekaligus mempertegas siapa Allah itu dalam kehidupan ini. Dia, Allah Pencipta yang memegang kendali penuh atas apa yang dapat terjadi kepada ciptaan-Nya. Dia Allah yang kudus, membenci dan tentu tidak bisa hidup dengan dosa. Akibat kejatuhan manusia menjadi pendosa hingga kecenderungan melakukan apa yang jahat pasti adalah kebinasaan. Ingat! Satu dosa saja, kecil maupun besar, ringan atau berat, dosa tetaplah dosa yang sudah bisa membuat manusia binasa selamanya dan tidak ada hal yang dapat dilakukan manusia untuk luput dari hukuman kebinasaan. Manusia yang berdosa tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri sekalipun hidup dalam kesalehan atau berbuat miliaran kebaikan. Tetapi syukur kepada Allah di dalam Yesus Kristus, yang mengasihi manusia dan tidak mau manusia binasa. Ia telah datang ke dunia, menderita, disalibkan, mati menyerahkan nyawa-Nya untuk menanggung hukuman dosa kita, namun bangkit menang mengalahkan kuasa dosa.
Keselamatan semata-mata adalah anugerah Allah di dalam Yesus Kristus. Sebagaimana Nuh percaya kepada Allah menyatakan berfirman dan perbuatan-Nya yang mau menyelamatkan dengan membuat Nuh dan keluarganya serta sejumlah ciptaan lain ada dalam bahtera, selamat dari ‘Air bah’ yang membinasakan demikian pula manusia dosanya hanya dapat terhapus, hatinya disucikan, hidupnya ditebus dan diselamatkan oleh anugerah dan beriman pada Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat.
Selain itu, kita belajar iman yang pasti berbuah pada ketaatan. Nuh yang taat mulai dari melakukan perintah Tuhan yang mungkin akan dianggap bodoh/ tidak masuk akal bagi orang lain karena bila Nuh memiliki anak Sem, Ham dan Yafet ketika usianya 500 tahun dan bahtera itu selesai ketika Nuh berusia sekitar 600 tahun artinya lebih kurang puluhan tahun mengerjakan bahtera itu. Atau ketika menaati Firman Allah menaiki bahtera 7 hari sebelum ‘Air bah’ yang saat itu tidak jelas benar tidaknya akan terjadi, tetapi Nuh tidak membantah malah langsung menuruti. Hingga ketika sebenarnya ia sudah tahu bahwa bumi sudah kering dengan tanda yang dapat diketahui dengan burung yang dilepas usai ‘Air bah’ tapi ia tidak mengambil keputusan sendiri untuk keluar dari bahtera, tetapi Nuh baru keluar setelah Tuhan menyuruhnya keluar (ay 15-18).
Selain ketaatan, buah iman yang nampak dalam bacaan ini adalah iman yang melahirkan hidup dengan mengucap syukur dengan memberikan persembahan. Mengucap syukur dan mempersembahkan apapun yang terbaik itu karena mengalami kasih karunia Allah yang menyelamatkan.
Tetapi juga tanda orang yang diselamatkan oleh Yesus Kristus dapat dibaca dari hidup yang mengambil bagian untuk Lestarikan Alam dan Makhluk Ciptaan Demi Masa Depan sesuai tema mingguan ini. Kita dapat memahami maksud Allah ini, ketika tidak semua makhluk ciptaan-Nya dimusnahkan. Allah memberikan petunjuk kepada Nuh supaya membawa masuk sejumlah makhluk ciptaan selain manusia menandakan rencana masa depan yang Tuhan kehendaki untuk bertahan bukan manusia sendiri saja.
Kita mengerti bahwa manusia dan alam diciptakan oleh Allah menyatu dalam kehidupan saling bergantung. Tanpa alam manusia tidak akan dapat hidup sedangkan tanpa manusia alam tidak ada yang merawatnya. Alam mengajarkan manusia bagaimana mengelolanya agar bisa hidup dan mempertahankan hidup.
Nuh menjadi simbol orang Kristen hari ini yang semoga mau dipakai Allah untuk mengeksporasi bukan mengekspoitasi secara membabi buta alam di dalamnya juga ciptaan yang lain untuk dapat dijaga, dipelihara, diperhatikan dan dilestarikan. Kalau Nuh bisa dipakai Allah, maka kita pun juga pasti bisa menjadi perpanjangan tangan Allah.
Jangan sampai manusia menjadi monster di dalam dunia. Sebab kerusakan lingkungan hidup terjadi sebagai ulah akibat tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dalam mengeruk sumber daya yang terkandung di alam. Jika proses perusakan unsur-unsur lingkungan hidup tersebut terus-menerus dibiarkan berlangsung, maka kualitas lingkungan hidup akan semakin menurun. Ujung-ujung manusia juga akan merasakan dampak buruknya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pelestarian. Jangan menunggu bencana alam, bencana kelaparan terjadi baru kita sadar untuk melestarikan alam dan lingkungan kita.
Usaha seluruh warga GMIM melestarikan alam dan makhluk ciptaan untuk masa depan semoga bukan hanya sekedar buah bibir atau slogan. Bukan sekedar khotbah dalam ibadah, tapi dibuktikan lewat tindakan konkrit lewat aksi sebagai tindaklanjut gerakan melestarikan alam dan makhluk ciptaan Tuhan yang hidup. Seperti Gerakan GMIM menanam dan beternak. Dimulai dari kesadaran diri sendiri, keluarga sendiri, hingga melibatkan lebih banyak orang.
Kalau Nuh dipakai Allah untuk melestarikan alam dan makhluk ciptaan Tuhan pada waktu itu, maka saat ini kitalah yang mau bahkan sementara dan semoga terus memberi diri dipakai untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam melestarikan apa yang Tuhan kehendaki terus bertahan. Roh Kudus memampukan kita semua mengikuti petunjuk Firman-Nya. Terpujilah Tuhan! Amin.