Jemaat yang diberkati Tuhan…!
Hari ini merupakan hari paling bersejarah dalam iman Kristen. Hari di mana mata dan Kati kita terarah kepada Kristus yang menjalani via dolorosa (Jalan Sengsara). Ia menjalani semua proses penderitaan yang puncaknya mati di kayu salib dengan kesetiaan dan ketaatan. Kisah dari taman Getsemani sampai di bukit Tengkorak (Golgota), merupakan kisah yang sedih dan dramatis; pengkhianatan, penolakan, hinaan, penuh derita, sengsara dan kematian. Namun kisah ini, bagi gereja (orang percaya) menyebutnya “Jumat Agung”, bukan Jumat Penderitaan dan Dukacita atau Jumat kepada Yesus Berkabung. Jumat Agung merujuk pada peringatan kematian Yesus Kristus di kayu salib. Kata “agung keagungan dan pentingnya peristiwa kematian Yesus Kristus dalam kehidupan iman Kristen. Kematian Yesus Kristus merupakan korban yang dipersembahkan untuk menebus dosa manusia. Jumat Agung (Ing. Good Friday), kata “good” dapat diartikan sebagai “baik” atau “suci”. ” menunjukkan Jemaat yang diberkati Tuhan…! Setelah semua penderitaan yang dialami Yesus Kristus, pada detik-detik terakhir kehidupan-Nya dalam proses menjalani karya penyelamatan yang dramatis dan mengerikan, Lukas menulis, sekalipun hari itu panas terik, “…kira-kira jam dua betas,” lalu kegelapan meliputi daerah itu sampai jam tiga,” (ay.44). Kegelapan menandakan keadaan tanpa Tuhan Allah, seperti dalam Kejadian 1:2 “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya.” Dunia kembali pada keadaannya semula sebelum Tuhan Allah menciptakan terang. Selama tiga jam dunia gelap, hati manusia pun gelap. Dalam kegelapan, hidup manusia tanpa arah dan kehilangan tujuan. Karena kegelapan memutarbalikkan kebenaran bahkan berusaha membungkam dan membunuh kebenaran itu. Hanya tiga jam saja, Tuhan Allah memperbarui dunia dan manusia melalui kematian Yesus Kristus. Kegelapan berlalu karena terang terbit di dalam Yesus Kristus. Kejahatan dan egoisme manusia pasti berlalu karena tidak memiliki masa depan. Gelap terjadi sebab matahari tidak bersinar (ay.45a). Tuhan Allah berkuasa atas ciptaan-Nya, termasuk matahari. Ia mengaturNya sehingga tidak mengeluarkan cahaya (sinar). Tuhan Allah adalah sumber dari mana matahari memperoleh terang, kini telah tiada. Seumpama lampu, nyala api terang matahari padam karena minyak yang menyalakannya sudah habis. Yesus Kristus mati. Terang yang sesungguhnya sudah tiada. Itu sebabnyâ matahari tidak bersinar.
Injil Matius mengkisahkan bahwa bukan hanya matahari yang menjadi gelap. Tetapi juga terjadi gempa bumi yang dahsyat. Bumi gemetar ketakutan waktu menyaksikan sumber hidup dan sang pencipta-Nya dihadang dosa dan maut oleh pemberontakan manusia. Lalu `tabir Bait Suci terbelah dua’ (ay.45b) dari atas sampai ke bawah (Mat.27:51; Mrk.15:38). Kata tabir merujuk pada tirai tebal yang memisahkan tempat Kudus dan tempat Maha Kudus di dalam Bait Suci. Hanya imam yang terpilih dapat masuk di tempat Maha Kudus untuk memberikan persembahan dan beribadah kepada-Nya. Imam mewakili manusia berdosa untuk datang kepada Tuhan Allah dan memohon pengampunan.
Tabir melambangkan pemisahan manusia dari hadirat Tuhan Allah sebagai penghalang yang membatasi akses (pintu masuk) langsung ke hadapan-Nya. Namun ketika tabir bait suci terbelah dua, pemisahan tersebut ditiadakan. Sekarang jalan kepada Tuhan Allah terbuka bagi semua manusia. Di mana kematian Yesus Kristus sebagai korban penghapus dosa telah meniadakan penghalang antara Tuhan Allah dan manusia. Tabir yang terbelah menyatakan bahwa semua orang sekarang memiliki akses langsung untuk datang kepada Tuhan Allah melalui iman dalam Yesus Kristus. Kematian-Nya telah membuka jalan bagi orang percaya untuk memiliki persekutuan dan hubungan yang mendalam dengan Tuhan Allah.
Kemudian Yesus Kristus berseru “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (ay.46a). Makna doa ini sebagai bentuk ketaatan melalui penyerahan total kehidupan Yesus Kristus pada Allah (Bapa) yang telah mengutus-Nya untuk menebus dosa manusia melalui penderitaan dan kematian-Nya. Lalu, la menyerahkan nyawa-Nya. (ay.46b). Yesus Kristus sepenuhnya menyerahkan totalitas kehidupanNya kepada kehendak Bapa. Ia menunjukkan keyakinan dan ketergantungan-Nya kepada Bapa yang berkuasa atas hidup dan mati. Maka Yesus Kristus mati dalam kehendak Tuhan Allah, bukan kehendak manusia atau Iblis. Ia mati dalam kebenaran dan ketaatan yang sempurna pada Tuhan Allah dalam menggenapi misi penebusan.
Jemaat yang diberkati Tuhan…!
Dari apa yang terjadi kepada Yesus Kristus yang disaksikan oleh tentara Romawi, membuat kepala pasukan memuliakan Tuhan Allah, katanya: “Sungguh, orang ini adalah orang benar! Sebuah penyataan dan pengakuan iman (percaya) tentang Yesus Kristus yang tersalib. Bahwa Tuhan Allah tidak menyembunyikan kebenaran kepada orang non Yahudi. Tuhan Allah tidak diskriminatif dan tidak pilih muka. Tuhan Allah memberikan kepada orang yang percaya maupun orang kafir kemampuan untuk mengenal kasih dan menghormati-Nya.
Orang banyak yang menyaksikan penyaliban Yesus Kristus, pulang sambil memukul-mukul diri. Mereka sadar dan menyesal atas semua perbuatan dan kesalahan yang mereka lakukan. Di samping itu semua kejadian yang terjadi pada Yesus Kristus dan reaksi, baik kepala pasukan, maupun orang banyak disaksikan orang- orang terdekat Yesus Kristus (ay.47- 49) menjadi saksi hidup atas kematian dan semua yang terjadi. Dicatat bahwa kejadian-kejadian itu disaksikan dari jauh oleh tiga perempuan murid Yesus Kristus yang setia mengikuti-Nya dari Galilea, yaitu: Maria Magdalena, Maria Ibu Yakobus dan Yusuf dan ibu dari anak-anak Zebedeus. Artinya, kematian Yesus Kristus adalah nyata, ada saksi matanya. Peristiwa kematian Yesus Kristus di kayu salib bukanlah hoax (berita dusta).
Jemaat yang diberkati Tuhan…!
Setelah Yesus Kristus mati, reaksi juga datang dari seorang yang bernama Yusuf, anggota Majelis Besar (Mahkamah Agama; Sanhedrin); seorang yang baik dan benar. Berasal dari Arimatea, sebuah kota Yahudi dan ia menantinantikan Kerajaan Allah. la menolak keputusan dan tindakan Majelis yang telah menghukum mati Yesus Kristus. Lalu ia menghadap Pilatus dan memohon agar mayat Yesus Kristus diturunkan dan dimakamkan. Permohonannya diterima, ia mengapani (membungkus) mayat Yesus Kristus dan menguburkannya di gua batu. Sebab hari itu adalah hari persiapan sabat hampir mulai. Pengikut Yesus Kristus pun (para perempuan) ada di sana menyaksikan apa yang dibuat oleh Yusuf. Mereka kembali dan menyiapkan rempah-rempah, minyak mur sebagai bahan pengawet dan pengharum untuk mayat Yesus. (ay.50-55)
Jemaat yang diberkati Tuhan
Bagi gereja, Jumat Agung merupakan hari yang penuh makna untuk mengingat dan merenungkan serta memaknai penderitaan, pengobanan dan kematian Yesus Kristus demi menebus dosa kita. “Tabir Bait Suci Terbelah Dua” memberi tanda kepada gereja bahwa tidak ada lagi sekat pemisah antara kita dengan Tuhan Allah dan dengan sesama. Kita satu dalam iman, pengharapan dan kasih kepada Yesus Kristus sebagai pengantara kepada Tuhan Allah. Kematian-Nya mendatangkan perubahan dan pembaharuan dalam sejarah kehidupan manusia. Sebab semua orang mengalami berkat keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus. Makna tabir bait suci terbelah dua bagi gereja adalah pemulihan hubungan yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus. Hal ini juga memberi makna bahwa tahun rahmat (anugrah) telah dimulai di mana semua orang terpanggil untuk datang kepada Tuhan Allah melalui Yesus Kristus sebagai jalan, kebenaran dan hidup.
Saat ini, ketika gereja merayakan Junacia Agung, kita diajak untuk mengevaluasi kehidupan dari berbagai tindakan dan kejahatan yang merusak relasi dengan sesama, dengan alam dan dengan Tuhan Allah. Man kita bangkit untuk menata kehidupan yang lebih baik dengan semua, karena sekat, tirai (tabir) sebagai penghalang telah terbuka, telah di angkat kita bersatu dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. karena itu, mari kita menjadi agen-agen keselamatan bagi semua orang melalui kata-kata dan diwujudkan dalam tindakan.
Gaya hidup kristiani yang berpola pada Yesus Kristus harus menjadi model dalam membangun kehidupan bersama, merajut keanekaragaman dalam bingkai persatuan sehingga tercipta kerukunan dalam kehidupan. Tabir Bait Suci Terbelah Dua, memberi ruang bagi gereja untuk terus menyuarakan dan menata kerukunan yang terbina sebagai nafas dari persatuan. Kita sadar bahwa hidup di tengah-tengah keragaman bahasa, budaya, suku, antar golongan dan agama maka NKRI sebagai harga mati dan Pancasila mengayomi kehidupan berbangsa dan bernegara. Gereja dalam iman-Nya kepada Yesus Kristus harus menjadi pelopor menunjukkan sikap nasionalismenya atau rasa kebangsaannya kepada semua sehingga banyak orang memuliakan Yesus Kristus. Amin.