SOBAT obor, apakah kita termasuk dalam kategori orang yang selalu mendengar dari dua pihak ketika menghadapi perseteruan? Seorang hakim atau mereka yang berkecimpung dalam dunia penegakan
hukum harus selalu memiliki standar bukti yang cukup dari berbagai sumber untuk menjatuhkan sebuah keputusan. Kalau tidak, orang bisa menuntut balik keputusan kita. Seorang pelayan Tuhan seperti Pendeta yang berperan sebagai gembala yang baik harus selalu memiliki kepekaan untuk mendengar dua arah dalam menyelesaikan sebuah konflik.
Klarifikasi adalah kata yang tepat. Klarifikasi berarti penjernihan, penjelasan dan pengembalian kepada apa yang sebenarnya (KBBI). Kekeliruan besar yang dilakukan oleh Potifar adalah tidak melakukan klarifikasi ketika mendengar aduan isterinya. Ia langsung mengambil tindakan terburu-buru dengan langsung menangkap Yusuf dan memasukkannya ke dalam penjara. Tentu tidak sulit bagi Potifar untuk melakukan itu mengingat posisinya juga yang berkuasa saat itu. Tapi, oleh karena emosi yang sesaat itulah dia salah mengambil keputusan. Dikatakan dalam ayat 19 bahwa bangkitlah amarahnya (ketika mendengar cerita isterinya).
Sikap seperti ini banyak dilakonkan oleh orang di zaman ini. Begitu mudahnya kita terpancing emosi atas atas hal yang kita temui, yang kadang belum jelas kebenarannya. Begitu mudahnya keluar penghakiman dari mulut kita ketika menyaksikan berita di media sosial, atau membaca laporan netizen yang terkadang malah kita tak kenal sekalipun. Kita sering lupa mengklarifikasi sesuatu. Mengambil tindakan atas sesuatu yang belum jelas atau tidak diklarifikasi dapat mendatangkan celaka. Sebagai muda mudi Kristen kita diajar melalui bacaan ini untuk selalu mendengar dari dua sisi. Kalau berhadapan dengan perseteruan dan kita hadir menjadi penengah, haruslah kita mendengar dari dua belah pihak, artinya mengklarifikasi baru memberi penilaian dan mengambil keputusan. Cara bertindak seperti ini membuat kita menjadi bijaksana dalam mengambil suatu keputusan. Amin. (DLW)