Kalau ada seseorang yang mempunyai visi atau penglihatan akan sesuatu hal, maka persoalan yang segera dihadapinya ialah bagaimana merubah visi itu agar menjadi kenyataan. Orang tersebut harus berusaha menemukan jalan, untuk merubah impiannya menjadi kenyataan. Persoalan seperti itulah yang dialami Yesus. Yesus telah datang untuk membimbing manusia kepada Allah. Bagaimanakah cara yang harus dilakukan-Nya? Apakah Ia harus memakai cara yang dipakai oleh penguasa penakluk? Apakah ia harus memakai cara yang penuh kesabaran, pengorbanan dan kasih? Persoalan itulah yang dihadapi Yesus ketika Ia mendapat pencobaan. Bagaimana cara yang harus Ia tempuh?
Yesus tahu, bahwa jika keinginan dunia terpenuhi, maka Yesus akan dipuja dan disembah. Tentu rayuan Iblis di padang gurun akan dengan muda Ia terima. Namun hal itu tidak dilakukanNya, karena itu berarti melawan kehendak Allah. Ia yakin sikap dan keputusan-Nya setia sampai mati adalah sebuah keyakinan. Ia tahu bahwa Ia tidak akan menjual keyakinan-Nya sekedar untuk memperoleh sanjungan dan pujian yang tidak akan awet dan bertahan lama. Karena itu ia berkata: “Enyalah Iblis! Sebab ada tertulis, Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti”.
Sobat obor, di dunia ini entah berapa banyak orang yang sebenarnya tidak bahagia yang, yang terikat dan terbelenggu jiwanya, tapi tidak punya keberanian untuk mengatakan: “enyalah Iblis!” sampai akhir hidupnya. Nurani kita terbelenggu oleh bisikan dan godaan iblis yang belum tentu hilang secara tuntas. Sikap dan tindakan kita masih sering kali melawan kehendak Tuhan. Sehingga orang muda banyak yang terhalang untuk melawan godaan Iblis. Seharunya, orang Kristen yang memiliki komitmen untuk hidup dalam Tuhan, harus dengan berani berkata : “Enyalah Iblis! Sebab ada tertulis, Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti”. Amin (MT)