Ketika berada dalam ketakuan dan kecemasan, kepada siapa kita harus berkeluh kesah?? Seharusnya kepada Tuhan. Tetapi, segelintir orang rupanya salah memilih tempat curahan hati, berakibat pada, masalah yang tidak teratasi malah tambah melebar. Orang – orang percaya punya keyakinan, bahwa Tuhan mendengar setiap keluh kesah kita, Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita, Tuhan juga tahu apa yang sedang kita gumuli. Karena itu tempat yang paling aman dan yang paling tepat kita meminta pertolongan adalah Tuhan. Demikianlah yang dilakukan Habakuk, dalam bagian – bagian awal Kitab ini, dia berkeluh kesah pada Tuhan tentang kekerasan dan ketidakadilan di Yehuda bangsanya sendiri.
Habakuk, Nabi yang berasal dari Yehuda, yang diduga kuat adalah orang Lewi yang bertanggung jawab untuk mengatur peribadatan di Yerusalem. Layaknya seorang Lewi, tentu saja tugas dan tanggung jawab Habakuk hanya seputar Bait Allah. Ternyata, Habakuk bukanlah orang yang hanya bertahan dalam zona nyaman, dia menyadari bahwa di luar Bait Allah masih ada orang – orang yang hidupnya di bawah tekanan. Kita jangan merasa aman dan nyaman di balik tembok – tembok Gereja yang tinggi dan membutakan mata dan hati, pada anggota – anggota jemaat di luar tembok gereja yang memerlukan kepedulian kita. Habakuk membuktikannya disini.
Rangkaian kalimat – kalimat di Pasal 2 ini, rupanya masih berkisah tentang percakapan antara Tuhan Allah dengan Habakuk sebagaimana 17 ayat di Pasal 1. Kalau kita mencermati, Pasal 1 memuat keluhan – keluhan Habakuk kepada Tuhan. Apa sebenarnya yang terjadi pada masa itu?? Menurut hukum taurat, umat Israel harus berlaku jujur dan adil. Namun banyak nabi Tuhan, menuduh umat dan para pemimpin telah memperlakukan sesama dengan tidak adil. Bertahun – tahun lamanya hukum Allah diabaikan Bangsa Yehuda. Pada zaman Raja Yosia (640 – 609 SM) hukum itu ditemukan kembali. Selama beberapa waktu, bentuk pelanggaran yang digambarkan Habakuk memang berkurang, namun hukum itu cepat dilupakan oleh orang – orang penting di Yehuda semasa pemerintahan Yoyakim anak Yosia (609 – 598 SM). Akibatnya timbul ketidakadilan, kekerasan, kejahatan dan kekejaman. Akankah keadaan seperti ini dibiarkan?? Habakuk, merasa pergumulan yang dialami umat adalah juga pergumulannya. Derita yang dirasakan umat merupakan deritanya juga sebagai seorang nabi. Bentuk kepedulian yang tinggi ditunjukkannya melalui percakapannya dengan Tuhan, pengeluhannya kepada Tuhan dengan keyakinan bahwa hanya Tuhan yang mampu menolong mereka keluar dari keadaan yang suram itu.
Pasal 2 ayat 1a menuliskan “Aku mau berdiri di tempat pengintaianku dan berdiri tegak di menara……” Apa artinya ini?? Menara pengawas biasanya ditempatkan di tembok kota untuk membantu mengawasi musuh atau di ladang untuk melindungi hasil panen dari pencuri dan hewan liar. Habakuk menggambarkan dirinya sebagai penjaga di menara pengawas yang menanti – nantikan jawaban Tuhan atas pertanyaan – pertanyaanya. Dalam keyakinan yang kuat, Habakuk terus berdiri, menanti dengan sabar, jawaban Tuhan atas doanya. Sepertinya ungkapannya di ayat 1b “aku mau meninjau dan menantikan apa yang akan difirmankanNya kepadaku dan apa yang akan dijawabNya atas pengaduanku”. Adakah kita demikian?? Kegagalan orang percaya untuk menerima jawaban Tuhan atas doa – doanya adalah kurang sabar. Kita berdoa, kita meminta, sekaligus menentukan waktu. Jika di waktu yang kita tentukan itu, ternyata Tuhan belum menjawab, ada orang yang menyerah dan berhenti berdoa. Kita lupa, waktu kita bukan waktu Tuhan.
Orang yang benar – benar percaya akan jawaban Tuhan atas doanya akan menerima. Perhatikan ayat 2 – 3 “Lalu Tuhan menjawab aku demikian : Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh- loh supaya orang sambil lalu dapat membacanya. Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannnya dengan tidak menipu, apabila berlambat – lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh – sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh”. Tuhan memerintahkan Habakuk untuk meyakinkan umat bahwa Tuhan pasti akan bertindak. Janji Tuhan ini, bukanlah janji manusia yang kadang tidak terealisasi. Ungkapan “bersegera menuju kesudahannya” berarti akan terwujud, akan digenapi. Kalau seandainya terkesan lambat, jangan mengeluh, tetap menunggu. Teruslah bersabar menanti waktu Tuhan mengabulkan setiap permintaan dan permohonan kita, karena Tuhan tahu waktu yang tepat.
Tuhan tidak akan membiarkan ada orang – orang bersikap seenaknya dan merasa berhak menindas sesamanya sehingga ayat 4 – 5 mengecam orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, sombong, khianat, yang melagak, semua tidak akan tetap ada. Ada orang yang merasa punya segalanya sehingga berpikir gampang mengendalikan orang – orang lain, berbuat semaunya, menginjak harga diri orang lain, menekan, mengambil yang bukan haknya, berlagak tuan, suka disanjung, merasa senang melihat orang lain menderita. Habakuk berkata “mereka tidak akan tetap ada” tetapi orang yang benar akan hidup oleh percayanya. Percayalah bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita ditindas, disakiti, ditekan dan dikecewakan.
Mulai ayat 6 – 19 sepertinya memuat berita malapetaka untuk orang – orang Babel yang sombong. Tampak dari ungkapan “Celakalah” yang dapat berarti “terkutuklah”. Ada ungkapan dalam Alkitab yang berkata “berbahagialah” lawan katanya “celakalah”. Berarti orang yang melakukan kejahatan tidak akan pernah berbahagia melainkan sebaliknya, celaka. Siapa orang – orang celaka itu menurut Habakuk?? Ayat 6 “….menggaruk bagi dirinya apa yang bukan miliknya….memuati dirinya dengan barang gadainya”. Artinya celakalah orang yang merampok dan menipu. Mengambil dengan paksa milik orang lain, memanipulasi suasana dan alur cerita sehingga orang lain menjadi terpedaya dan menyerahkan miliknya. Ayat 9 “…mengambil laba yang tidak halal untuk keperluan rumahnya….” Maksudnya celakalah orang yang mengambil keuntungan yang tidak halal untuk keluarganya. Jangan menghidupi keluarga dengan menindas orang lain atau jangan membawa hasil yang tidak halal untuk memberi makan seisi keluarga. Ayat 12 “….mendirikan kota di atas darah dan meletakkan dasar benteng di atas ketidakadilan” Celakalah orang yang membangun dengan uang dan tenaga kerja yang didapat dengan jalan kekerasan. Hindari sikap yang memaksa orang lain untuk bekerja keras, memanfaatkan tenaga dan pikiran orang lain demi kenyamanan dan ketenteraman kita. Ayat 15 “…..orang yang memberi minum sesama manusia bercampur amarah….memabukkan dia untuk memandang auratnya”. Celakalah yang menyodorkan minuman keras, untuk memabukkan orang lain sebab orang yang mabuk akan bertindak di luar nalar. Kalau kita memabukkan orang lain berarti kita mempermalukan dirinya dan keluarganya. Ayat 19 “….orang yang berkata kepada sepotong kayu…..dan kepada sebuah batu bisu….”. Patung berhala kuno sering terbuat dari pahatan kayu atau batu atau patung kayu berlapis perak dan emas. Berarti celakalah mereka yang menyembah berhala dan berpaling dari Tuhan.
Seberat apapun pergumulan dan tekanan hidup, jangan pernah berpaling dari Tuhan. sebagaimana ungkapan penutup di ayat 20 “Tetapi Tuhan ada di dalam BaitNya yang kudus. Berdiam dirilah dihadapanNya, ya segenap bumi”. Meski badai kehidupan yang hebat menghantam kita atau mendapat perlakuan yang sangat menyakitkan, ketahuilah bahwa Tuhan tahu saat yang tepat membawa kita keluar dari pergumulan itu. Bawalah keluh kesah kita kepadaNya, nantikanlah pertolongan Tuhan, hiduplah untuk jadi berkat bagi orang lain, semakin berat pergumulan maka semakin tenanglah di hadapan Tuhan, diamkan segala gemuruh dalam hati supaya kita bisa mendengarkan suara Tuhan berbicara dalam hati kita. Kelemahan kita adalah terlalu sibuk berbicara, meminta, memohon pertolongan sampai tidak bisa mendengarkan suara Tuhan. Ada waktu kita berkeluh kesah, ada waktunya juga kita tinggal tenang, diam, menanti dengan sabar. Tetap percaya pada pengaturan Tuhan yang luar biasa bagi jalan – jalan hidup kita. Karena orang benar akan hidup oleh percayaNya pada Tuhan. Amin.