DODOKUGMIM.COM, Minsel – Selain petani dan pedagang pasar, ada juga pengepul yang meraup untung dari suburnya lahan pertanian Modoinding. Ada yang menjadikan rumah mereka sebagai tempat penampungan hasil pertanian sebelum dijual ke pedagang pasar, ada juga yang membangun tenda darurat.
Antje Topah (56), satu diantaranya. Ia sudah punya pembeli tetap dari Amurang, Kotamubagu dan Gorontalo. “Yang saya tampung di sini Sayur Kubis, Kentang, Wortel, Daun Bawang, dan sayur lain. Ada yang saya beli dari orang, tapi ada juga dari kebun sendiri,” tutur Topah.
Menjalani peran sebagai pengepul sayur memberinya cukup untung, apalagi saat Festival Kentang digelar. Topah bercerita, even tahunan yang membawa banyak tamu datang ke Modoinding ini membuat jualannya laris. “Malah masih banyak yang mau beli, tapi jualan sudah habis,” tambahnya.
Tapi hal manis tidak selalu terjadi. Ada saat di mana harga jual tak mampu menutupi biaya produksi. Topah pun mengalaminya. “Pernah ketika panen raya, sayur kol yang biasanya dijual Rp 5.000 atau paling tinggi Rp 10.000, turun jadi Rp 1.000. Menutupi biaya angkut saja tidak cukup,” tutur anggota jemaat kolom 11 GMIM Sion Pinasungkulan ini.
Pasang surut harga adalah kenyataan yang tak bisa ditolak. “Saat harga sedang bagus, labu kuning bisa dijual seharga Rp 25 ribu per buah tetapi jika harga turun bisa sampai Rp 2 ribu per buah. Kentang juga demikian, 60 Kg biasanya Rp.700 ribu jadi Rp.200 ribu,” ucapnya sedih.
Ellen Mamuaya (37) juga mencari untung dengan menjadi pengepul sayur. Wanita muda yang ditemui saat memuat Kubis dan Sawi ke mobil pick up untuk diantarkan ke pembeli, mengaku mengirimkan sayuran ke luar daerah. “Karena jauh, kualitas jadi hal yang sangat kami utamakan.Sayuran kami kirim sampai ke Papua dan sebagian wilayah Indonesia Timur,” ujar wanita yang memulai usaha di tahun 2016 ini.
Mamuaya menuturkan, sistem pembayaran pun berbeda. “Jika yang memesan adalah pelanggan tetap, cash on delivery. Tetapi jika bukan pelanggan, harus menyetor 50% dari total harga yang harus dibayarkan dengan cara tunai atau transfer, nanti dilunasi ketika sayuran tiba di tempat,” tuturnya.
KEMBANGKAN KULINER
Ketua Badan Pekerja Majelis Wilayah Modoinding Pdt. Wailan Posumah, M.Th mengatakan pihaknya sedang merintis usaha kuliner dengan menggunakan bahan-bahan hasil pertanian. “Memang sejauh ini, hasil pertanian dijual ke pasar dalam bentuk bahan mentah. Resikonya adalah harga cenderung turun saat panen besar. ini memang hukum pasar,” jelas dia.
Posumah mengakui kesadaran warga untuk mengolah hasil pertanian menjadi bahan makanan untuk dijual masih sangat rendah. “Ada yang bikin cake sambiki, sate kentang dan banyak lagi. Tapi ini tidak untuk dijual.Biasanya mereka bikin hanya untuk makan bersama atau menjamu tamu yang datang,” kata dia.
Posumah sadar pengembangan sumber daya manusia perlu ditingkatkan. “Ada pelatihan yang kami giatkan. baru-baru ini kami mengundang seorang Chef untuk memberi pelatihan. Sejauh ini, sudah ada kemajuan,” tambahnya optimis. (dodokugmim/joukeolivia/ginnapresya)