Yohanes menggambarkan perjalanan hidup Yesus dari permulaan sampai Penyaliban dan Kebangkitan. Tulisan Yohanes bertujuan untuk melawan pengaruh aliran Gnostik (ajaran yang menyangkal karya keselamatan dari Tuhan Yesus). Yohanes mau meyakinkan orang percaya agar mengimani bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Kendatipun ada ajaran palsu yang masuk dalam persekutuan jemaat tetapi Yohanes berharap iman mereka tidak akan goyah melainkan tetap kokoh.
Khusus Yohanes 18:38b-19:16a, Injil Yohanes memberikan perincian tentang persidangan termasuk percakapan antara Yesus dan Pilatus, antusias dari para Imam Kepala serta orang-orang Yahudi untuk membunuh Yesus. Yesus dibawa dihadapan Pilatus sesudah dihadapkan kepada Hanas, mertua Imam Besar Kayafas. Imam Besar Hanas menanyai Yesus tentang murid-murid-Nya dan tentang ajaran-Nya, dan Yesus menjawab : “Aku berbicara terus terang kepada dunia: Aku selalu mengajar di rumah-rumah ibadat dan di Bait Allah, tempat semua orang Yahudi berkumpul; Aku tidak pernah berbicara sembunyi-sembunyi. Mengapakah engkau menanyai Aku? (Yoh 18:19-21). Hanas tidak dapat membuktikan kesalahan Yesus sehingga ia mengirim Yesus kepada Kayafas.
Di hadapan Imam Besar Kayafas, Imam-imam kepala mencari kesaksian palsu terhadap Yesus supaya Ia dapat dihukum mati. Saat itu, tampil banyak saksi dusta, akan tetapi kesaksian mereka tidak sesuai antar satu dengan yang lain sehingga tidak bisa dijadikan alasan untuk menghukum Yesus. Lalu mereka mengajukan tuduhan ini: “Kami sudah mendengar orang ini berkata: Aku akan merubuhkan Bait Allah dan membangunnya Kembali dalam tiga hari” (Mat 26:57-61). Dalam hal ini pun perkataan mereka harus dibuktikan. Lalu Imam Besar Kayafas bangkit berdiri di tengah-tengah sidang dan bertanya kepada Yesus, katanya: “Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau? Yesus tetap diam dan tidak menjawab apa-apa. Lagi Imam Besar itu bertanya kepada-Nya:”Apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak” Dan kali ini Yesus memberi jawab: “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit”. Maka Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: “Ia menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya. Bagaimana pendapat kamu?” Lalu dengan suara bulat mereka memutuskan dan berkata: “Ia harus dihukum mati!” (Mat 26:62-66).Tetapi agar hukuman mati itu mendapat legitimasi pengadilan tertinggi bangsa Yahudi, maka para tua-tua dan imam-imam kepala serta ahli-ahli Taurat menghadapkan Yesus ke Mahkamah Agama.
Di pengadilan Mahkamah Agama itu Yesus dituduh melakukan pelanggaran agama karena mengaku sebagai “Anak Allah”, dimana Ia menyamakan diri-Nya dengan Allah dan itu merupakan penghujatan yang harus dihukum mati. Namun dibawah Kekaisaran Romawi, pengadilan Yahudi tidak berhak menjatuhkan hukuman mati. Oleh karena itu, mereka melimpahkan kasus ini ke pengadilan Romawi, supaya hukuman mati dapat dilakukan. Di pengadilan Romawi, Yesus menjalani proses hukum di hadapan Pilatus, lalu Herodes dan akhirnya kembali ke Pilatus. Adapun Pilatus yang merupakan Gubernur/Wakil Pemerintahan Romawi, ia memiliki wewenang sebagai kepala Pengadilan yang menentukan keputusan dalam proses penghakiman seseorang. Pilatus memiliki kuasa penuh atas hidup dan mati seseorang melalui keputusan yang disahkannya. Dalam tragedi pengadilan Yesus, Pilatus harus memilih antara kebenaran atau kedudukan, antara suara hati atau kepentingan sendiri. Ia tahu persis bahwa Yesus sesungguhnya tidak mempunyai kesalahan apapun.
Sebanyak 3 kali Pilatus mengatakan : “Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya” (Yoh 8:38, 19:4,6). Pilatus bahkan sudah diingatkan melalui mimpi isterinya (Mat 27:19). Untuk itu, Pilatus berusaha membebaskan Yesus.Ada kebiasaan yang dilakukan oleh Pemerintah Romawi yaitu menjelang perayaan agama Yahudi (Paskah), mereka akan membebaskan satu orang Yahudi yang menjadi tahanan Romawi. Pilatus menggunakan cara ini untuk bisa mencegah Yesus dihukum mati. Dia bertanya kepada rakyat apakah rakyat menerima pembebasan dan pengampunan bagi Yesus, rakyat menolak. Mereka lebih memilih Barabas yang dibebaskan (Ay 40). Barabas merupakan orang yang ditahan oleh pemerintah Roma karena melakukan pemberontakan bahkan pembunuhan (Mark 15:7). Rakyat lebih memilih pembunuh keji daripada Yesus Sang pemberi hidup. Atas perintah Pilatus, Yesus disesah (Pasal 19:1-3). Tindakan ini merupakan usaha kedua dari sang wali negeri setelah usahanya yang pertama untuk membebaskan Yesus gagal karena masyarakat ternyata lebih memilih Barabas. Pilatus mengira orang-orang Yahudi dapat dipuaskan apabila Yesus sudah dihina dan dibuat menderita. Tapi bukan itu tujuan dari orang banyak. Ketika seruan dan desakan rakyat banyak sudah semakin memanas dan mulai diluar kendali, maka Pilatus terpaksa menjatuhi hukuman mati kepada Yesus.
Pada akhirnya Pilatus beserta orang Yahudi saat itu mengambil keputusan yang salah. Barabas yang salah dibebaskan sedangkan Yesus yang tidak bersalah harus disalibkan. Sulit dipahami kenapa orang sering lebih memilih yang salah daripada yang benar. Tetapi itulah kenyataan dunia. Sekalipun salah, akan tetapi dapat memuaskan diri lebih disenangi daripada yang benar tetapi tidak memuaskan diri.Pilatus yang duduk dikursi Pengadilan sebagai simbol agar kebenaran ditegakkan ternyata lebih memilih kedudukan dan mematikan suara hati. Pilatus memang berusaha menolong Yesus tetapi tidak berdaya menghadapi tuntutan orang banyak saat itu.
Yesus disesah (Yoh 19:1). Mahkota duri melingkar dan menekan kepalanya. Jubah ungu yang biasanya dipakai oleh bangsawan dan raja dipakaikan kepada Yesus tetapi sebagai bahan olok-olokan. Yesus ditampar, diejek, dihina dan dipermalukan (Ay 2-3) Yesus akhirnya diserahkan untuk disalibkan.Saudara, dalam menjalani kehidupan, manusia sering diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang sulit, mengalami kondisi yang serba salah dan situasi dimana hanya ada keadaan yang tidak enak. Seolah terperangkap pada jalan buntu yang bisa membuat setiap orang yang mengalaminya tidak berdaya dan akhirnya menyerah. Situasi demikian pernah terjadi dalam pengadilan terhadap Yesus. Dimana saat itu, orang-orang Yahudi dan para pemimpin agama dirasuk oleh kebencian kepada Yesus. Orang-orang Yahudi yang sebelumnya telah melihat mujizat-mujizat Yesus bahkan mengelu-elukan-Nya ketika Ia memasuki Yerusalem namun akhirnya mereka berteriak : “Salibkan Dia, salibkan Dia”. Demikian Imam-imam Kepala, para pemimpin agama yang pernah mendengar pengajaran Yesus di Bait Allah justru memimpim massa untuk menekan dan mendukung proses pengadilan Yesus.
Mereka tidak peduli dengan pandangan Pilatus yang mengatakan bahwa Yesus tidak bersalah. Mereka tidak mau tahu dengan usaha Pilatus untuk melepaskan Yesus. Mereka bahkan mengancam akan melaporkan Pilatus kepada Kaisar. Semuanya itu dilandaskan atas dasar iri hati dan kecemburuan. Yesus difitnah, dituduh melakukan kesalahan yang walaupun tidak dilakukan-Nya.Yesus yang merupakan Raja diatas segala Raja, Tuhan dunia dan Juruselamat manusia harus mengalami penderitaan, kesengsaraan, hinaan bahkan dibunuh sebagai bukti kasih-Nya atas kita manusia. Ia menunjukkan teladan yang luar biasa melalui ketaatan-Nya dalam melaksanakan misi Bapa di Sorga.
Yesus adalah Raja yang disalibkan demi menanggung dosa manusia. Hukuman yang seharusnya dijatuhkan atas kita umat manusia yang berdosa tapi diberikan kepada Yesus yang tak bercela hanya agar kita manusia diselamatkan. Apa yang dilakukan oleh Pilatus, Imam-imam kepala dan orang Yahudi sekiranya menjadi suatu pelajaran yang berharga. Jangan memutuskan perkara benar atau salah hanya karena pengaruh orang lain dan hanya untuk memuaskan kepentingan pribadi sehingga kebenaran dan keadilan diabaikan. Buanglah segala jenis kecemburuan dan iri hati karena dapat membuat kita menjadi orang yang kejam. Ingatlah untuk tidak mudah terprovokasi dengan ucapan orang dan ikut dalam persekongkolan yang jahat. Mari muliakanTuhan dalam segala aspek kehidupan. Amin