Dari judul yang diberikan untuk kitab ini yaitu “Keluaran” (Exodus) kita tahu bahwa kitab ini mencatat peristiwa dimana Tuhan membawa bangsa Israel, bangsa kepunyaan-Nya untuk keluar dari Mesir yang telah memperbudak mereka kurang lebih 400 tahun lamanya.
Tentang peristiwa Exodus ini, Keluaran 2 : 24-25 mencatat : “Allah mendengar mereka mengerang, lalu la mengingat perjanjianNya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka Allah melihat orang Israel itu dan Allah memperhatikan mereka”. Jadi, peristiwa Exodus pertama-tama adalah jawaban Allah atas teriakan umat; Yang kedua, Allah yang mengingat akan perjanjian-Nya dengan nenek moyang mereka. Tapi juga dalam sebuah rencana yang jauh kedepan, dalam rangka membuat umat ini menjadi umat kepunyaan-Nya yang beribadah kepadaNya.
Keluaran 14 : 15-31 yang menjadi bagian bacaan warga GMIM di Minggu ke-2 di bulan Mei ini, mencatat salah satu episode dari peristiwa Exodus itu, yaitu saat dimana bangsa itu harus menyeberangi Laut Teberau atau Laut Merah. Jika kita melihat bagian sebelumnya, Keluaran 14 : 1-14, ternyata Firaun tidaklah benar membiarkan bangsa Israel meninggalkan Mesir. Karena ketika Firaun mendengar bahwa bangsa Israel telah berjalan meninggalkan Mesir, Firaun mempersiapkan pasukan berkuda dan keretanya hendak menyusul bangsa itu. Dan ketika keberadaan Firaun dan pasukannya terlihat oleh bangsa Israel maka, “sangat ketakutanlah bangsa Saudaraku, rasa takut yang dirasakan oleh bangsa Israel adalah sebuah perasaan yang manusiawi.
Mari kita membayangkan situasi mereka saat itu. Didepan mereka terbentang Laut dengan Lebar 300 Km, panjang 1.900 Km dan titik terdalam mencapai 2.500 M, sementara dibelakang mereka ada Firaun dan pasukan berkudanya. Sebuah situasi yang sangat manusiawi jika menimbulkan ketakutan, sampe so ta pikir : “Mo mati disini noh torang! ‘l (Bnd. KeI. 14 : 11).
Bangsa Israel tidak menyadari bahwa sejak awal tampilnya Musa dan Harun dihadapan Firaun dalam upaya membebaskan mereka dari perbudakan itu semua ada dalam rancangan Tuhan dan bahwa Tuhanlah yang memimpin perjalanan mereka sebagai umat-Nya. Maka sekali lagi Tuhan menyatakan kehadiran-Nya bagi bangsa itu. Hanya dengan Musa mengangkat tongkatnya dan mengulurkan tangannya ke atas laut, maka terbelalah air laut itu, sehingga orang Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat yang kering (Ay.16, 21-22). Namun bagi orang Mesir yang berusaha mengejar mereka, Allah mengacaukan mereka, roda kereta mereka berjalan miring dan berat (Ay.24-25) “Mo ba bale mar so nda riki, karena Tuhan membuat air laut berbalik dan membinasakan mereka.
Dalam sebuah tema perenungan : “Tuhan Memimpin Perjalanan Umat-Nya”, ada beberapa hal yang hendak disampaikan melalui kisah ini :
1. Ketika sebagian besar orang mengidentikkan kepemimpinan Tuhan dengan situasi yang aman, indah, perjalanan yang lancar, tanpa hambatan, kisah penyeberangan Laut Teberau mengajarkan kita bahwa dalam kepemimpinan-Nya, Tuhan juga berkuasa membawa kita pada situasi-situasi yang rumit, yang sulit, membuat kita kehilangan daya dan kehilangan pengharapan. Tapi manakala kita tetap percaya dan tetap ikut perintah dan petunjuk Tuhan, maka kita akan melihat segalanya diubahkan Tuhan. Tujuannya membuat kita semakin penuh hormat akan Tuhan. Karena itu, jangan mudah bersungut tentang sebuah keadaan. Tetaplah percaya bahwa keadaan yang paling buruk sekalipun, Tuhan sanggup mengubahkannya.
2. Yakinlah bahwa Allah kita selalu peduli dengan keadaan kita. Sekalipun kelihatannya Dia belum bertindak, tapi bukan berarti Dia tidak peduli atau membiarkan kita. Allah punya waktu dan cara terbaik untuk menyatakan pertolongan-Nya bagi kita. Umat Israel harus menanti 400 tahun sampai Tuhan membebaskan mereka.
3. Jangan melawan orang-orang pilihan Tuhan, karena itu berarti melawan Tuhan. Firaun dan pasukannya harus binasa di laut Teberau karena melawan Bangsa pilihan Tuhan. Terpujilah Tuhan untuk Firman-Nya. Amin